Esai #14: Kesadaran Kolektif Melawan Corona






Kesadaran Kolektif Melawan Corona
Oleh: Sisi Setianingrum
(Mahasiswa Program Studi PAI, IAIN Purwokerto)

         Coronavirus baru yang resmi diberi nama oleh Organisasi Kesehatan Dunia menjadi Covid-19 (Corona Virus Disesase) pada 11 Februari 2020 mewabah pertama kali di Hubei, Wuhan, China. Hingga akhirnya menyebar ke beberapa negara di dunia termasuk Indonesia, maka WHO pun mengumumkan virus ini sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020. Virus yang menyerang saluran pernapasan ini dapat dicegah dengan cara rajin mencuci tangan dengan sabun menggunakan air mengalir; menghindari menyentuh mulut, hidung dan mata; menggunakan etika ketika batuk dan bersin, menggunakan masker ketika terpaksa keluar rumah; dan melakukan social distancing (pembatasan jarak sosial) namun frasa ini kemudian diubah oleh WHO menjadi physical distancing (pembatasan jarak fisik) agar tidak timbul pemahaman bahwa untuk terhindar dari Covid-19 harus memutus kontak sosial dengan orang lain.
Virus ini menjadi berbahaya karena penularannya yang begitu mudah, menimbulkan berbagai komplikasi penyakit hingga kematian dan belum ada obat yang disepakati untuk menangani Covid-19. Seseorang yang terinfeksi virus ini membutuhkan waktu sekitar 14 hari hingga memunculkan gejala positif Covid-19. Namun saat ini sudah tersedia Rapid test dan PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mendeteksi apakah seseorang positif Covid-19 atau tidak. Covid-19 ini menjadi mematikan apabila menyerang mereka yang sudah berusia senja dan memiliki penyakit penyerta seperti paru-paru, jantung dan diabetes. Namun begitu virus ini menginfeksi siapa saja tanpa memandang usia, sehingga siapapun berresiko terjangkit dan membawa virus.
Indonesia menjadi negara dengan presentase kematian 8,5% dengan rincian positif: 3.293; sembuh: 252; meninggal: 280 per 09 April 2020.Wabah ini tidak hanya berdampak pada dunia kesehatan saja akan tetapi juga berdampak pada beberapa sektor, seperti: sektor pariwisata, perekonomian, perdagangan dan juga investasi. Mengapa begitu? Karena beberapa kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia mengharuskan masyarakat agar bekerja, belajar, dan beribadah di rumah sehingga sekolah, kampus, beberapa perusahaan, rumah ibadah, tempat hiburan dan beberapa tempat yang lain ditutup. Hal ini dilakukan demi memutus mata rantai penyebaran virus yang mulai tak terkendali di Indonesia. Mulai dari memberlakukan social distancing hingga PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) untuk wilayah DKI Jakarta yang menjadi daerah dengan jumlah pasien positif terbanyak di Indonesia. Adapun beberapa daerah yang  menerapkan status lockdown atau dalam konstitusi Indonesia disebut dengan istilah karantina. Namun pemerintah Indonesia hingga saat ini tidak memberlakukan status karantina wilayah dengan cakupan nasional karena mempertimbangkan berbagai hal. Kebijakan tersebut di kembalikan ke masing-masing daerah dengan mempertimbangkan kondisi yang ada.
Melihat kondisi saat ini tidak hanya Indonesia saja yang sedang dalam masa darurat dan krisis ekonomitapi beberapa negara lain juga tengah berjuang melawan musuh tak terlihat ini. Berbagai kebijakan diambil pemerintah untuk mengatasi Covid-19 hingga beberapa ada yang menuai polemik. Ini semua tidak terlepas dari kemajemukan masyarakat Indonesia yang pasti memiliki pendapat, kebutuhan, budaya, kebiasaan, dan pemikiran yang berbeda-beda. Tidakkah ini disadari. Bagaimana bisa pandemi seperti ini dilawan oleh segelintir orang saja yang mau mematuhi peraturan pemerintah? Beberapa hal harus kita sadari dan pahamisecara kolektif.
Pertama, kondisi tenaga medis. Kita ketahui bersama bahwa garda terdepan yang menangani pandemi ini adalah tenaga medis. Betapa tenaga medis berusaha mati-matian menolong mereka yang membutuhkan penanganan dan harus berhadapan langsung dengan mereka yang positif Covid-19 dengan resiko tertular lebih besar dibanding yang lainnya. Maka tenaga medis membutuhkan seperangkat alat pelindung yang telah ditetapkan dalam protokol kesehatan penanganan wabah. Apabila pasien positif terus bertambah namun kondisi tenaga medis kurang memadai maka yang terjadi adalah tidak tercovernya pasien dan berakibat mortalitas (kematian) tinggi. Pastinya kita tidak ingin hal ini sampai terjadi. Sebisa mungkin orang yang terinfeksi virus ini segera terdeteksi dan menjalani tahapan isolasi yang telah ditetapkan sehingga tidak menyebarkan virus lebih jauh lagi.
Kedua, bulan Ramadhan yang tinggal menghitung hari. Badan Intelijen Negara (BIN) memperkirakan puncak wabah virus corona akan terjadi pada Juli 2020 dengan angka pasien positif Covid-19 di Tanah Air akan mencapai 106.287 kasus. Namun ini baru perkiraan, semua bisa saja terjadi diluar perkiraan manusia. Doa terbaik pasti dilantunkan oleh seluruh umat muslim. Tidak ada seorang pun yang mengharapkan wabah ini hadir hingga menjadi pandemi. Terima tidak terima perang dengan musuh tak terlihat ini harus kita hadapi, namun tidak bisa jika dihadapi oleh tenaga kesehatan atau pemerintah saja melainkan semua elemen harus terlibat untuk turut membantu dan berdoa. Menjalankan ibadah dengan tenang tanpa rasa khawatir dan sedih pasti sangat diharapkan oleh seluruh umat muslim yang sedang tertimpa kondisi ini. Skenario mudik lebaran terancam batal bahkan diharamkan, lalu bagaimana dengan nasib para perantau yang belum sempat pulang ke kampung halaman. Apakah kita akan membiarkan Ramadhan tahun ini menjadi menyedihkan dengan terus bertambahnya kasus positif dan angka kematian saudara-saudara kita? Siapapun pasti ingin merasakan kebahagiaan di momen Hari Raya Idul Fitri bukan kesedihan, kesepian dan ketidaknyamanan akibat dari Covid-19 yang belum berakhir.
Ketiga, kita sebagai manusia yang tinggal di Bumi Indonesia. Indonesia adalah negara yang menganut sistem pemerintahan dimana negara dipimpin oleh seorang Presiden. Tanpa melihat latar belakang siapa pemimpin Indonesia, siapa yang menduduki kursi DPR dan MPR, dan siapa yang mendukung tidak mendukung. Saat ini Indonesia tengah menghadapi wabah yang sudah mendunia dan jumlah kasus positif pun terus bertambah meski beberapa kebijakan telah diambil sebagai upaya mencegah penyebaran virus lebih luas. Bahkan terjadi peningkatan sebanyak 1000 kasus positifpada 09 April dari hari sebelumnya. Lantas apakah hal ini terjadi begitu saja tanpa sebab? Dimana kesadaran kita dalam menjaga pola hidupbersih, memperhatikan physical distancing, himbauan untuk tetap di rumah saja, menjalani karantina mandiri, dan berdonasi bagi mereka yang mampu untuk sedikit membantu masyarakat yang terdampak Covid-19. Semua ini tidak bisa dilepaskan dari peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk masyarakatnya agar dipatuhi dan dijalankan bersama. Kesadaran untuk patuh ini harusnya semakin meningkat pada seluruh lapisan masyarakat, melihat kondisi yang semakin memburuk.
Bahkan jika Anda tidak sakit, pilihan yang Anda ambil tentang kemana Anda pergi bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati untuk orang lain. Pilihan ada di tangan Anda namun kesadaran dan soldaritas yang tinggi sangat dibutuhkan saat ini untuk Indonesia pada khususnya dan Bumi kita pada umumnya.
Biarkan harapan menjadi penangkal rasa. Biarkan solidaritas menjadi penangkal untuk disalahkan. Biarkan kemanusiaan kita bersama menjadi penangkal ancaman kita bersama. Dengan segenap doa dan usaha, mari bersama kita melawan corona.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan #32: Lelaki Penyusun Puzzle

Catatan Perjalanan #34: Matahari Senja dan Puzzle nya

Catatan Perjalanan #29: Menghadiri “Gala Bunga Matahari”