Catatan Perjalanan #29: Menghadiri “Gala Bunga Matahari”
Catatan Perjalanan #29: Menghadiri “Gala Bunga Matahari”
Oleh Nia Nur Pratiwi
“Sebuah perayaan yang pasti dirasakan setiap orang, mari merayakan kembali dan terlahir kembali dari rahim matahari”
Hari ini seorang anak perempuan berniat menghadiri sebuah Gala dengan rambut di kepang, mengenakan dress yang lucu berwarna merah jambu. Apakah kira-kira baju itu masih ada di lemari atau sudah bersama tumpukan kain bekas yang tidak ada lagi ditemukan dimana tempatnya. Dia membongkar isi kardus besar di atas lemari, namun yang ia temukan hanya sebuah ingatan akan ucapan selamat bertumbuh dari orang-orang yang hadir dengan kado-kado lucu 18 tahun yang lalu.
Anak perempuan itu terdiam dan masuk ke dalam kardus kemudian menuju waktu yang Ia ingat betul kapan terjadinya.
Ternyata kita hanya menikmati pagi yang menuju siang, siang menuju senja. Tapi hari ini senja terlihat berbeda, senja hadir di pagi hari, apakah ini terdengar paradoks? Tiada mengapa.
Matahari memancarkan semburat keemasan, barulah terlihat bentang hamparan bunga matahari yang seolah tersenyum ke arah anak perempuan yang baru muncul dari kardus baju-baju bekas itu. Tempat di mana akan digelar sebuah gala. Cahaya jingga lembut menyelimuti kelopak-kelopak kuning cerah, menciptakan kilauan magis dengan segala mantra puja yang menari di atas lautan bunga. Aroma manis bunga matahari bercampur dengan angin sepoi-sepoi, membawa ketenangan dan kedamaian yang merasuk ke relung. Di kejauhan, suara burung-burung berkicau lirih, melengkapi simfoni alam yang indah. Seorang anak perempuan dengan bunga di rambutnya menatap langit sambil bercerita. Kemudian bertanya, "Hari ini apakah ada yang akan mampir ke Gala Bunga Matahari?", Langit menjawab, "Iya ada."
Sebuah Gala bunga di gelar di ujung semburat sinar matahari, ini menandakan waktu menuju malam. Gelaran gala ini megah, mewah dan mengharukan, bahkan tiada bisa dibedakan orang-orang mengeluarkan tetesan air mata, apakah itu air mata haru atau air mata kesedihan. Anak perempuan itu berdiri di tengah gala bunga yang sudah digelar setengah acara, saatnya bintang-bintang malam muncul di atasnya.
Malam ini dia berharap ada yang mampir. Mampir sejenak di tengah keajaiban sebuah kisah rasi bintang, siapa yang dinantikan?? Dialah Cancer yang magis. Konon, Cancer, sang kepiting, menjaga setia Hera, ratu para dewa. Singkat kisahnya, dalam sebuah pertarungan epik antara Hercules dan Hydra, kepiting kecil ini muncul untuk membantu Hydra, menggigit tumit Hercules dengan segenap keberanian. Meski akhirnya terinjak dan kehilangan nyawanya, keberanian Cancer tidak luput dari perhatian Hera. Sebagai penghargaan atas pengorbanannya, Hera menempatkannya di langit sebagai rasi bintang yang abadi.
Langit pertengahan 365 tiba, rasi bintang Cancer mulai tampak jelas di langit malam, membentuk pola bintang yang menyerupai kepiting dengan cangkangnya yang melengkung. Malam-malam panjang tiba, satu per satu bintang mulai menyala di kanvas langit yang gelap. Di antara gemerlap bintang-bintang, rasi Cancer muncul, bagaikan penghormatan dari langit kepada tanah. Kisah keberanian dan kesetiaan kepiting kecil ini menyatu dengan keindahan gala bunga matahari, menciptakan momen magis dan alam yang bersatu dalam harmoni abadi. Harmoni itu di iringi alunan nada “Gala Bunga Matahari” yang menghadirkan Hera Sang Ratu penjaga semesta yang tengah menghibur anak perempuan di antara mekarnya bunga matahari. Hera, darinya lahir banyak hal, ia adalah perempuan yang tiada bisa digambarkan dengan kata-kata.
Setiap malam, sang kepiting mengulang hari-hari kebersamaannya dengan Hera dalam penjagaannya yang abadi. Dari sudut langit yang jauh, ia mengawasi bumi dengan setia, melindungi dan menjaga harmoni alam. Cahaya bintang Cancer yang berkilauan mengingatkan semua makhluk tentang pengorbanan dan kesetiaan yang tulus. Di bawah sinar bintang itu, bunga matahari yang mekar seolah turut merayakan kehadiran sang kepiting di langit, mengajarkan kepada kita bahwa meski kecil, setiap makhluk memiliki peran penting dalam simfoni kehidupan. Meski kecil keberanian tak akan pernah padam, menjaga lilin kepercayaan Hera.
Bersama dengan malam yang perlahan menyelimuti, rasi Cancer tetap bersinar terang, menjadi saksi bisu dari kisah-kisah lama yang terus hidup dalam ingatan dan hati manusia. Bunga matahari di bawahnya mengangguk lembut, seakan mengucapkan selamat kepada sang kepiting, yang tetap berjaga di langit, menyatukan kenyataan dalam keindahan malam yang tak berkesudahan. Gala selesai, anak perempuan di tengah hamparan bunga itu bertepuk tangan riuh dan menengadahkan kepala ke atas menandakan belum berakhirnya orkestra kehidupan.
Berterimakasih pada alunan melodi Sal Priadi berjudul “Gala Bunga Matahari’ yang memberikan inspirasi untuk Saya menulis kan nya dalam momentum peredaran rasi bintang menuju perubahan, serta kisah penjagaannya kepada Hera. Semoga semesta senantiasa mendekap erat mimpi kepiting kecil yang menggantung di langit malam dan meneruskannya kepada Sang Pemilik Semesta. Ternyata matahari itu sekarang sudah berubah menjadi bunga, terimakasih doa-doa yang selalu mengalir sampai detik ini.
Nia Nur Pratiwi
29 Juni 2024
Terimakasih :)





Komentar
Posting Komentar