Catatan Perjalanan #3: Pecah Telur Bocah Kentang Melukis Jejak di Negeri Jiran



Catatan Perjalanan #3: Pecah Telur Bocah Kentang Melukis Jejak di Negeri Jiran

Oleh Nia Nur Pratiwi

Pergi dan kembali adalah takdir. Pergi adalah waktu yang membelokkan sedang kembali adalah waktu yang dibelokkan. Kembali dan pergi adalah waktu yang tak bisa terelakkan. Sedangkan kau masih saja untuk terus mengulang pergi dan kembali itu dalam hidup ini. 
(Nia Nur Pratiwi)


Katanya banyak sekali hal yang bisa kita dapat dengan kita pergi jauh dari apa yang bisa kita lakukan di dalam keseharian kita.  Saat kita pergi kita akan ahu bagaimana cara kita pesan bagasi pesawat kalau udah penuh gitu, kan pesawat itu ada batasnya ya, kecuali pas kita lagi pesen terus sekalia membeli bagasi. Kamu akan tau bagaimana harus melewati kantor imigrasi dan bertemu dengan petugasnya yang tidak pernah senyum. akan tau bagaiaman harus beli tiket pesawat online atau konvensional langsung. Eh, catatan ini bukan reka adegan semata ya Insyaa Allah real dan bisa jadi inspirasi untuk kamu semua.
Kisah ini diawali dari sebuah kiriman email yang mengejutkan sebuah pesan elektronik dari sebah organisasi internasional yaitu Studec International. Inilah awalnya au hanya sekedar menghiraukan ini semua, namun aku ingin mimpiku terwujud untuk bisa pergi ke Luar Negeri gratis dan itu adala ikut konferesni sebagai perwakilan dari Indonesia . Pernah  ditahun 2017 tepat hari kamis tanggal 12 Januariaku menulis, diantara tulisanku adalah naik pesawat gratis, ikut konferensi di luar negeri mewakili Indonesia dan sebagainya yang kemudian du athun berkutnya di tahun 2019 tepat bulan Januari juga aku ke Luar Negeri walaupun tanggalnya yang berbeda.







Inilah salah satu cuplikan di buku harianku, dan masih banyak lagi tentang mimpi-mimpi yang lain. Mimpi inilahyang menjadi acuanku atau juga aku tertanggal pada mimpi-mimpiku. Ada tanggungjawab besar yang harus aku tunaikan pada diriku sediri atas mimpi mimpi itu. Ya, semua berawal dari banyak tidur lalu mimpi, kemudian bangun dan bergerak mewujudkannya. Inilah saah satu catatan itu.
Tanggal 17 Januari sore pembiayaan dari kampus tercinta IAIN Purwokerto baru turun, untung sebelumnya ada dari beberapa pihak yang mau menjadi sponsor keberangatanku seperti Indokampus, Pondok Brownies, Pak Chasiwan dan uang tabunganku serta beasiswaku yang aku pakai terlebih dahulu untuk membiayai keberangkatan sebelum ada uang turun dari kampus. Jumat barakah , sore sekitar pukul 4 aku mendapatkan secercah cahaya dari Illahi, uang akhirnya turun, Alhamdulillah. Baru setelah itu aku  yang saat itu juga sedang mengurusi acara dari bidang Riset Pengembangan Keilmuan *(RPK) IMM Ahmad Dahlan IAIN Purwokerto, yakni Saba Maca , kegiatan bocah kentang 5 hari yang dari pagi sampai siang baca buku terus dilanjut siang samapai pagi buat diskusi, dan berat banget materi nya tidak tanggung tanggung FILSAFAT, setelah itu mereka menetas menjadi Filsuf milenial (Sudah itu saja).
Tanggal 18 Januari sore 16.30 aku ke stasiun di dampingi saudara seperjuanganku, ada mba ayuni, uslu, eva, dan mas rijal. Banyak doa juga yang mengalir di perjalananku hingga usai dikereta yakni kereta Serayu malam, sampai Stasiun Jatinegara. Di stasiun Jatinegara tak banyak yang aku lakukan setelah perjalanan hampir 12 jam dikereta, sampai disana subuh lalu aku menunaikan kehadiranku pada sang Maha Pemberi Kemurahan. Setelah itu aku makan keupat yang diuat oleh mba Nurul yang dibuatkannya dengan beberapa potong ayam. di stasiun sendiri tak aku pedulikan dan tak aku hiraukan.
Setelah itu aku naik MRT kestasiun Duri untuk kemudian aku harus ke Bandara Soekarno Hatta, di Bandara pun aku naik salah satu ojek Online. Benar benar jalanan macet total dan memaan waktu yang cukup ama sampai di cengkareng untuk ke Bandara, lagi-lagi aku tak teliti dengan informasi atau aku yang memang belum tau. Aku harus ke terminal 2 Bandara soekarno hatta dulu karena pesawatku Air Asia, tapi aku malah turun di terminal 1  akhirnya aku harus putar balik untuk kemudian melanjutkan ke terminal 2.  Aku menunggu hampir seharian.      

Pesawat Landing sebelum maghrib dan aku di bandara sudah dari dhuhur, setengah hari aku di bandara  hanya membawa satu buku Muslim Tanpa Masjid, pergi dan kembali bersama buku ini. Baru setelah maghrib pesawat terbang, sebelumnya aku menjamak absenkukepada Rabbku yang akan terus menjagaku. Di atas awan menurut cerita banyak orang akan terasa bergerunjal etika ada di awan, ternyata betul sekali, seperti berjalan di motor yang jalannya itu berlubang dan batu nya besar besar. Tapi Alhamdulillah Landing di Kuala Lumpur International Airport (KLIA 2) dengan selamat. Dua jam menempuh perjalanan awan, beda waktu satu jam dengan di Indonesia. Aku menunggu pick up untuk ke penginaan yang sudah tersedia.
19 Januari  aku menemui adik kelasku yang sekarang sedang mencari pengalaman di negeri Jiran ini, aku diajaknya keliling sampai ke KLCC dan China Town, sebelumnya aku bertemu dengan kedua sudariku di KLCC 





Inilah perjalanan awal ku, dari darat sampai ke Awan dari awan sampai ke darat lagi, sungguh perjalanan yang menga
ngkasa. Berangkat dari hotelpun aku sendiri sampai bukit nanas naik MRT nya Malaysia. Enak sekali disana, bagaimana lalu lintas disana sungguh rapi, pernah waktu itu, aku menyebrang bukan di zebra cross  langsung mendapat teguran. Ketika di lampu merah, pengguna jalan sangat –sangat ramah terhadap pejalan kaki. Mereka selalu memberikan jalan untuk para pejalan kaki.
Tanggal 20 Januari opening ceremony di gelar dengan sangat apik di ballrom Grand Season Hotels yang sangat megah, akupun baru pernah menginjak ditempat yang seperti ini sekarang.   Pembukaan berlangsung ba’dha maghrib setelah mengsi daftar hadir dengan smile lalu aku bergegas ke dalam. Kutemui beberapa orang dari Indonesia yang sangat familiar wajahnya, wajah khas orang orang yang belum makan kalau belum makan nasi katanya. Ya hanya orang Indonesia. Program pertama yang disebut sebagai spectaprogram mempertemukanku denganbegiu anyak pengalaman luar biasa, dengan orang orang yang sangat luar biasa dan tempat yang begitu extraordinary.  Ya, begitulah aku bertegursapa dengan seorang dari Universitas Indonesia (UI) namanya Nadya, sepanjang program aku seringkali bersamanya
hingga program selesai.

            Hari kedua program, 21 Januari banyak sekelai program dari konferensi, pemetaan masalah dalam grup ada juga mengenai  brainstorming dan program yang lain.


Inilah aku di paling depan bersama kelompokku, yakni Abusali dari India, Tionge dari Malawai (Negara Bagian Eropa), Asma dari Saudi Arabia, Duch dari Malaysia, Nadya dari Jakarta (UI) dan Aldo dari Malang. Inilah kami tergabung di dalam sebuah kelompok bernama Syiria. Kami berperan sebagai seorang Goverment atau pemerintah yang berada di negara Syiria. Disini kami mencoba mencari core problem dari apa yang terjadi di sana dan mepersemahkan sebuah policy atau kebijakan , setelah itu merancang budget  untuk kebijakan itu dan plan action dari rencana dan permasalahan yang ada. 
Banyak sekali hal yang di dapat dari diskusi ini, dai bagaimana kita mengetahi bahwa negara negara konflik adalah sebenarnya negara yang benar- benar memerlukan bantuan kita sebagai warga negara yang tidak mengalami konflik, bahkan ada pengakuan dari salah satu panitia yang mana dia adalah warga negara di Syiria atau Suriah, dia bercerita bagaimana keadaan nya setiap hari disana bagaimana dia harus berhadapan dengan bom yang setiap hari menghujamnya berkali kali, tentang sulitnya belajar apalagi tentang akses kesehatan yang sangat sulit sekali.
Diskusi ini juga bukan hanya dari kelompokku yang bernama Syiria, melainkan kelompok yang bernama Venezuela, Republik Of  Kongo, Yaman, dan beberapa negara lain yang kesemua ini adalah negara-negara konflik, dan misi dari program Global Goalas Summit  ini ada bagaimana kita sebagai Agent of Change  mengubah tatanan wajah dunia yang sudah sedemikian rupa lewat United Nation sebagai payung hukum dan payung legaitas negar-negara di dunia ini. Namun, aku juga sempat berpikir siapa sebenrya yang menciptakan konflik ini, ??
            “siapa lagi kalau bukan dalang dari United Nation itu sendiri,”
Hanya sekedar intermezzo, dari kegiatan ini aku juga mempelajari bagaiman bahasa dapat megubah kehidupan kita, bhasa adalah alat kita untuk mengetahui apa yang mereka maksud dari berbagai macam belahan dunia. Tercatat ada 25 negara yang tergabung di dalam Summit ini
 , diantara negara yang aku hafalkan antara lain dari Indonesia, India, Iran, Jordania, Bangladesh, Taiwan, USA, UK, Australia, Malaysia, Arab Saudi, Malawi (Negara Bagian Afrika) , Filipina, Thailand, Singapura, Zimbabwe, Iran, Vietnam, Etiopian  dan negara-negara lain yang tak aku hafal.


           

 Seharian penuh aku berdiskusi tentang bagaimana sebuah pemerintah dapat mengahadapi             sebuah negara yang hanya berisi konflik dan sepertinya mustahil untuk mengubahnya. Namun disini kita dituntut untuk bisa menyelesaikan masalah yang ada dalam sebuah negara konflik tersebut. Seharian penuh kuhabiskan untuk berdiskusi bagaimana sebearnya wajah Syiria, dalam kelompokku kita mencoba memandang Syiria dari berbagai aspek permaslahan sehingga kita menemuka  titik temu permasalahan yang ada dalam negara tersebut. Sempat juga akan mewawancarai salah satu korban konflik Syiria yang sekarang menetap di Malaysia dan sudah mendirikan sebuah Restoran yang sangat bagus. Ini membuktikan bahwa seorang pengungsi atau imigran dari Syiria pun mampu membangun kehidupan lagi selepas terjadinya konflik berkepanjangan yang disebabkan oleh ISIS dan antek-antek dari negara elit global yang menginginkan negara Timur Tengah untuk terjadi konflik.
Kemudian malam inagurasi bagi seluruh delegasi yang berasal dari 25 negara dinobatkan menjadi Global Action Ambassador di negara mereka masing masing, dan yang paling mengharukan ada salah satu delegasi dari negara Etiopia yang baru saja datang sore itu karena ada masalah dengan visa yang di gunakan untuk beberapa hari menetap di Malaysia, akhirnya dia idak bisa ikut seluruhnya program dari studec International ini, tetapi ia tetap di nobatkan sebagai seorang Global Action Ambassador,  sebagai agen perubahan di negaranya.
Bermimpilah sebagai agen pencerah bukan menjadi agen perusak, karena mimpimu juga berhak untuk di wujudkan.


Mr. Kim dari United Nation (Perwakilan PBB)

Mr. Osama dari Yordania (He is the best Leader in this event)


Mr.Amim dari Bangladesh dan Putri dari Universitas Padjajaran (Indonesia)


Avissa dari ITB (Indonesia), Ms. Asma dari Saudi Arabia, Nia dari IAIN Purwokerto, Nadya dari Universitas Indonesia.

Ms. Jennie dari Taiwan  
Ms. Tionge dari Malawi










                                                  













Nia Nur Pratiwi putri dari Bapak Sarwan dan Ibu Mistiyah, lahir di Banjarnegara, 29 Juni tepat di desa Punggelan. Sekarang sedang menempuh pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto program studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) semester 4.
Bergiat di  Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat Ibrahim Korkom Ahmad Dahlan IAIN Purwokerto Kepala bidang Riset Pengembangan Keilmuan (RPK), Director Of  Management Division English Arabic Student Association (EASA), Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan ( Komisi A), Demisioner Sekretaris Umum Komunitas Leadership program Studi MPI.


“Berjalanlah dan melukislah jejak-jejak itu, membekaslah dalam pijakan agar kau tak tumbang dimakan zaman”


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan #32: Lelaki Penyusun Puzzle

Catatan Perjalanan #34: Matahari Senja dan Puzzle nya

Catatan Perjalanan #29: Menghadiri “Gala Bunga Matahari”