Catatan Perjalanan #11: Merayakan Kehilangan

 


Catatan Perjalanan #11: Merayakan Kehilangan

Oleh

Nia Nur Pratiwi

 

“Kehilangan menyadarkan kita akan segalanya memiliki masa, bahwa tiada hak kita sebagai manusia memiliki segalanya dan selamanya.”

 

Aku tau dan sadar, segalanya yang ada di bumi ini, apakah itu dibelahan bumi utara, selatan, timur bahkan barat dan sebelas mata angin yang lain pasti memiliki usia, usia dari setiap entitas yang ada di muka bumi ini sungguh memiliki kadarnya masing-masing, termasuk dengan segalanya yang menjadi kepemilikan saat ini, ia hanya sementara saja, sungguh.

“Mba, ini udah ngga bisa masuk windows, sepertinya harus ganti hardisk, hardisknya udah ngga sehat soalnya.” Lemas saya dengar cerita ini, maksudnya lemes saya dengar masnya cerita seperti itu.

“Tapi filenya masih bisa diselamatkan ya mas?”

“Wahh saya kurang paham mba, soalnya belum dicoba, kemungkinan ya nanti dipindah sebisanya, gimana mba ? 250.000 mba, gimana ?”

“Ya sudah mas, diganti aja, tapi nanti file di Data D dan Data E masih bisa diselamtan ya mas, tolong diusahakan.” Udah kaya bicara sama dokter yah.

“Iya mba, akan saya usahakan.” Perkataannya mirip banget sama dokter dah pokoknya.

Benarlah memang, kita tiada mungkin bisa mencegah kapan datangnya waktu kehilangan dan dicabunya kepemilikikan dari tangan kita. Yang pasti dan selalu mengikuti kita adalah kemungkinan sesuatu yang fana. Banyak dari kita berkesimpulan segalanya yang hilang dari kita bukan lagi menjadi rejeki kita, padahal konep yang sebenarnya tidakah seperti itu. Banyak diantara kita belum bisa berpikir jernih saat merasakan kesedihan, cemas, putus asa, khawatir dan kebingunan. Menjadi hal yang sangat luar biasa jika kita bisa melatih segala macam pikiran-pikiran kita iu agar tetap dingin dan tetap menjadi rasional dalam bertindak serta tidak kegabah dalam mengambil keputusan. Seringkali segala hal yang kita ambil dalam kondisi tidak stabil akan menjadi keputusan yang tidak masuk akal nantinya jika sudah dilakukan.

Dapatkah kalian memahaminya? Ketika kita melihat sebuah fenomena kehilanga, kehilangan benda, kehilangan seseoang yang kita cintai bisa teman, orang tua, paangan, anak dan seluruh yang kita cintai, kita kan langsung menghakimi bahwa seluruh dunia tiada berpihak kepada kita, bahkan Sang pemilik hidup sendiri tiada pernah menyanyangi kita, itulah yang seringkali menjadi buah pemikiran kita ketika sedang larut dengan kesedihan yang mendera hari-hari kita.

Dalam sebuah buku berjudul Stoicsm and The Art of Happiness, Robertson mengutip teknik yang pertama kali diperkenalkan oleh Marcus Aurelius. Kita diminta untuk mencoba membayangkan diri kita yang kerdil ini terbang perlahan menaiki helikopter dengan kecepatan rendah, eh maksudnya kecepatan sedang, soalnya ketika kecepatan yang besar maka kita akan secara spontan berada diatas awan tanpa menikmati perjalanannya. Diawali daripada masalah kita sendiri, misalya, file skripsi hilang dari haridsk karena harus diinstal ulang, atau kita ditinggal oleh paangan kita, entah ditinggal menikah, atau ditinggal selama-lamanya tanpa kembali lagi, atau juga kita kehilangan orang tua kita yang sudah sekilan lama membersamai kita, dengan kita melihat mereka dari atas dengan segala ukuran kesusahan dan masalah itu sendiri.

Makin naik kita akan melihat  Indonesia negara kita tercinta yang banyak sekali permasalahan, dari urusan korupsi bansos, pandemi yang tiada usai, permasalahan kesejahteraan masyarakat yang kian mendera dan tiada kunjung mendapatkan titik terang dan permasalahan yang lain. Perlahan naik lagi ke atas, kita akan dihadapkan pada kesusaha mencari oksigen dan kita harus bersiap dengan kehilangan udara untuk bernapas karena kita berada di luar angkas dan akan melihat bahwa bumi dan segala bentuknya jelas nampak dihadapan kita dengan bentuk masalah skala dunia, politik, ekonomi bahkan perang yang tiada selesainya.

Apakah kehilangan kita itu hal yang sangat membuat kita menjadi down ataukah masalah lain yang sebenarnya lebih besar lagi tidak mngarah ke kita, bersyukurlah. Kehilangan menjadi satu perayaan yang patut disyukuri juga, disikapi dengan mengahdirkan persepsi bahwa, artinya jika itu hilang dariku apa yang harus aku perbuat, tentu saja mengerjakan kembali dengan effort dua kali lipat bahkan tiga, empat dan seratus kali lipat dalam pengerjaan yang pertama. Walaupun diawal begitu menyesakkan dada, ingin menngis sejadi-jadinya, tiada apa, kau boleh menangis, setelahnya sudahi ratapan kesedihan itu dan mengerjakanlah itu solusi yang terbaik daripada terus berlarut larut, kalau ini konteks kehilangan file skripsi, begitupun dengan kehilangan yang lain, kehilangan orang tua misalnya, hal yang patut kita kerjakan aalah menjadi anak yang soleh dan mendoakannya, sehingga mereka akan tenang dan bahagia, bukan menangisi dengan berlarut-larut.

Yang menarik dari  buku berjudul Stoicsm and The Art of Happiness diatas adalah ini merupakan teknik yang sudah dipraktekkan sedari jauh-jauh waktu, yakni sekitar 2000 tahun yang lalu dimulai dari zaman Yunani dan dilakukan oleh para Filsuf Stoa, yang juga dipraktekkan oleh para Astronout yang akan terbang menjelajahi angkasa. The Overview Effect (Melihat dari Jauh) merupakan perubahan drastis yang dialami oleh para astronout yang tervag dari ketinggian rendah ke ketinggian yang lebih tinggi lagi sampai luar angkasa, yang akhirnya memunculkan kesadaran betapa rapuhnya kehidupan, bahkan dengan kehilangan dan sebenarnya manusia itu saling terhubung satu sama lain.

Begitu pula dalam artikel “Seeing Earth From Space is the Key to Saving Our Species From Itself” (Melihat Bumi dari Angkasa adalah Kunci Menyelamatkan Spesies Kita dari kita Sendiri) oleh Becky Ferreira, seorang mantan sstronout Apollo 11 Micahel Collins juga mengatakan bahwasannya ketika pemimpina sebuah bangsa bisa mempraktikan ini, maka mereka akan berubah dalam memandang sesuatu. Sungguh, kehilangan itu adalah hal yang patut kita syukuri, kita rayakan kehadirannya, tanpa kita mengsampingkan dalam bersikap dan memandang kehilangan itu sendiri. Maka, konsekuensi dari memiliki adalah kehilangan kepemilikan suatu saatn nanti.

 

 

20-05-2021

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan #32: Lelaki Penyusun Puzzle

Catatan Perjalanan #34: Matahari Senja dan Puzzle nya

Catatan Perjalanan #29: Menghadiri “Gala Bunga Matahari”