Catatan Perjalanan #13: Lahir dan Bertumbuh

 


Catatan Perjalanan #13: Lahir dan Bertumbuh

Oleh

Nia Nur Pratiwi

 

“Mengenang Masa Kecil, bak kita Menyusuri Aliran Sungai di Bawah Gunung Ego Kedewasaan.”

 

Adakah yang lebih menyenangkan daripada masa kecil, tak pernah memikirkan bagaimana peliknya hidup, bermain di derasnya hujan saja tidak pernah takut sakit, bahkan naik pohon setinggi-tingginya juga tak merasa khawatir akan jatuh, atau main sejauh-jauhnya tanpa cemas akan lupa jalan pulang, semua itu seakan-akan muncul bersama memori nostalgia yang terus terekam rapih dalam piringan berbentuk otak di kepala kita. Seringkali kita akan mengingat itu semua dalam moment tertentu, bisa dengan mendengarkan cerita orang-orang yang memberamai kita, atau cerita kedua orang tua kita atau teman sebaya yang seringkali dimarahi ketika pulang larut Sandekala.

Menjadi kecil dan tiada mengerti tentang konsekuensi dewasa adalah sejarah yang tidak bisa kita hilangkan dari separuh perjalanan hidup ini, kita akan dibawa jalan-jalan dan melayang bersama dengan segala kenangan-kenangan masa kecil yang tiada akhir. Begitulah kiranya kita akan terus memngingatnya mungkin sampai masa tua nanti, dengan catatan jika tidak pikun yah, maka dari itu kita perlu merawat betul-betul ingatan itu jangan sampai lenyap begitu saja tanpa berbekas. Etidaknya walaupun igatan kita remang-remang nanti ketika tua, pasti akan ada stu atau dua bahkan tiga ataujuga empat ingatan yang terus berpijar layaknya bintang Alfa Centuri yang jauhnya kira-kira 4,3 tahun cahaya. Namun kita juga akan cepat mengingatnya kembali ketika ada pengingat sebagaimana bintang ini yang melesat cepat seperti sebuah jumbo jet ke bintang tetangga terdekat dari matahari.

Semakin kita bertumbuh, semakin kita akan menyadari banyak hal, tidak semuanya bisa dikerjakan bersama-sama, kadangkala kita akan dibawa pada situasi untuk memperjuangkan segalanya dengan tangan kita sendiri, dengan segala kebutuhan yang kita buat sendiri dan dengan cara kita sendiri. Karena pada akhirnya kita akan dibawa pada keadaan sendiri, tanpa lawan tanpa kawan, hanya dengan diri kita sendiri saja. Kita akan melintasi cakrawala diri kita sendiri, yang berujung pada permasalahan tentang Identitas diri. Bagaimana proses kita melintasi cakrawala identitas kita, bagaiman kita harus bergulat dengan pertanyaan Siapakah Aku ? Aku Berasal darimana ? Apakah sebenarnya tujuanku ? dan sederet pertanyaan yang terus menjadi nilai-nilai kehidupan. Jika aku adalah badanku yang sedang duduk didepan leptop dan menulis sembari mendengarkan lagu The Graetest Showman berjudul A Milion Dreams yang dicover oleh Alexandra Porat—maka aku hanya sekedar ciptaan tanpa harapan. Namun didalam ini semua,  aku memiliki identitas yang lebih mendalam ketimbang sekedar badanku dan masa hidupku yang singkat di bumi ini. Aku adalah bagian dari aku, yang mengambil bagian terdalam—sesuatu yang lebih besar dan lebih berkuasa ketimbang diriku sendiri.

Kembali diputarkan satu adegan masa kecil yang kerap kali mengundang gelak tawa, walau dalam keadaan sendirian, menertawakan diri sendiri dan menangisinya secara bersamaan, adalah realita yang kadang terjadi secara tiba-tiba. Sudah sejauh mana apa yang diperjuangkan, sudah sejauh mana apa yang orang tua kita inginkan. Kalau kata Prof. Dr. Kuntowijoyo “Kerjakan agenda sendiri, hitung-hitunglah dirimu sebelum Engkau dihitung. Menanam padi panen setahun dua kali, etapi gabah cepat rusak, harganya bisa turun naik, dan habis dikonsumsi. Menanam jati panen rayanya menunggu puluhan tahun, tetapi lebih awet,keras dan kukuh. Tanamlah jati, InsyaaAllah lebih berhasil guna.” Setidaknya kata-kata ini yang selalu ku tulis dihalaman awal buku catatan perjalananku, setiap aku mengganti buku karena isinya sudah penuh, maka kalimat awal yang pasti ku tulis adalah kalimat ini, bagaimana kita mencoba menanam apapun yang nantinya akan berhasil guna diwaktu tua, diperjalanan menuju dewasa dan akhirnya menuju ruang hampa bernama kematian dan melewati ruang-ruang lain dialam yang nanti entah seperti apa bentuknya.    

Menyusuri diri sendiri adalah aktivitas paling misterus yang tidak bisa dijelaskan seperti apa bentuknya. Seperti berjalan melintasi sungai yang mencari jejak ikan kecil dari hulu ke hilir. Mendapatkan satu proses yang tiak bisa kita jelaskan dengan gambalng,karena biasanya dalam bentuk pengalaman batin yang hanya bisa kita sendiri yang mengalaminya, proses dewasa dan tumbuh menjadi manusia tua adalah proses singkat sekaligus panjang, kenapa demikian, usia kisaran 60-90 an tahun bagi manusia saat ini adalah singkat, namun panjang bagi prosesnya, sampai-sampai lupa sudah melakukan apa saja selama itu. Seringkali ketika masa kecil memenangkan ego adalah hal yang biasa, namun ketika proses dewasa seringkali kita harus bergulat denga diri kita sendiri, dengan menyusur gunung Ego kita, mengalahkan atau memenangkan, pilihannya dua, atau mengendalikan dan mencampurkannya. Sungguh, proses yang tiada bisa kita jelaskan dalam dan dangkalnya. Mendapatkan berbagai peluang tentu akan menjadi bagian penuh dalam setiap tindakan. Maka aku ingin mengucapkan selamat hari lahir untuk diriku, usia mu akan berkurang dan jatah melakukan kebaikan juga terus berkurang, maka lakukan apapun, lakukan apapun, lakukan apapun, tulis apapun yang aku ingin dan wujudkan !!!!

Terimakasih aku... ^_^ seluruh kerja kerasmu, dan seluruh proses sampai saat ini, maafkan aku yang seringkali memaksakan diri tanpa memperhatikan kondisi terkini. Sadarilah bahwa segala sesuatu tidak semuanya bisa dikerjakan dalam satu waktu, selesaikan satu persatu dan teruslah berkarya ...

Salam Inspirasi !!!!!!!

 

TULISAN INI DISELESAIKAN 20 JUNI 2021  TAPI DIPERUNTUKKAN UNTUK TANGGAL 29 JUNI 2021.

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan #32: Lelaki Penyusun Puzzle

Catatan Perjalanan #34: Matahari Senja dan Puzzle nya

Catatan Perjalanan #29: Menghadiri “Gala Bunga Matahari”