Part 3 - Catatan Perjalanan #16: Perjalanan Lombok, kisah Kompilasi Perjalanan Air, Udara, Tanah


(air yang mulai membiru di laut)

Berlanjut di Part ke-3 

Sesampainya di ruangan, lalu kami berbenah dan berberes untuk merapikan barang-barang dan membuang sampah yang kami bawa serta merapikan isi tas agar lebih ringkas lagi. Setelahnya kami merasa perut kami keroncongan, lalu kami putuskan untuk membeli makan yang ada notanya, sayangnya dikapal hanya ada tiga penjual, pertama penjual p*p mie dan segala macam makanan instan, kedua penjual Soto yang hanya berisi toge dan ayam berapa suwir, ketiga penjual bakso yang ngga tau kaya apa rasanya, kantin kapal DLN OASIS berada di lantai paling atas gaess, kemudian karena sudah begitu lapar kami putuskan untuk makan Pop Mie saja yang harganya cukup terjangkau yakni 15.000 yah namanya juga di Kapal, mau ngga mau harus beli karena ngga ada lagi kan.

            “Mas, disini ada apa aja makanannya dan ada notanya ?”

            “Yah mba, kami ngga menyediakan nota, ada nya juga makanan yang di etalase ini mba,”

            “Ya sudah mas, pop mie dua,"

            “oke,"

Nah ketika kami menunggu mie sedang diseduh, kemudian kami bertemu dengan dua orang asli Lombok namanya Mas Sepma dan Mas Turmuzi, mereka adalah dua orang yang baru saja menyelesaikan studi Magister di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Kemudian Aku dan Asti berbincang sembari menunggu mie siap, setelah mie siap mas Sepma sambil menyodorkan kopi untuk diseduh ke penjual (wah ini bisa jadi trik kalau pergi naik kapal bawa sendiri aja makanannya atau minumnya dan nanti Cuma beli air aja). Setelah itu kami putuskan untuk duduk di pinggiran kapal agar merasakan sensasi air laut yang bergemuruh, langit yang membiru, angin sepoi-sepoi menerpa wajah, dan kemudian keramah-tamahan penumpang kapal.

(Mas Sepma sedang bercerita)

(Saya Menyimak dengan seksama)

(Tukang Pop Mie dan suasana kantin)

(Asti yang motoin kok)

            Kami berbincang sambil makan mie sedangkan mas Turmuzi dan Mas Sepma berbincang sembari minum kopi sampai agak lama. Banyak hal yang kami bicarakan, dari Filsafat, teori sosial, Hermeneutika sampai Madzhab, Sufistik dan tarekat, budaya dan hal lain  sampai aku banyak direkomendasikan untuk membeli buku, salah satu buku yang aku beli dan direkomendasikan oleh mas Sepma adalah buku karya Lesley Hazelton berjudul Pribadi Muhammad yang kubeli dengan menitip ke Asti ketika pulang dari Lombok di Yogyakarta. Sebenarnya pembicaraan ini cukup berat tapi entah mengapa kami bawa santai sehingga terkesan ringan, nah sampai pada pertanyaan.

            “Sebenarnya mata kita itu bisa melihat apa aja si?” pertanyaan ini keluar dari mas Turmuzi.

            “Banyak hal yang kasat mata,” ku jawab dengan jawaban ini.

            “Salah .”

            “Jawabanya adalah, mata kami hanya bisa melihat 4 hal, yakni Jarak, Cahaya, Bentuk dan warna. Ketika 4 hal ini tidak ada maka hal tersebut ngga bisa kita lihat.”

            Kami bisa menikmati cantiknya senja di Kapal yang berlayar, sungug-sungguh sangat cantik, jujur saja, ini adalah senja yang selama ini aku lihat di gambar, jingga dan bulatnya matahari ditengah laut, seperti lukisan semesta. Senja usai kemudian berganti malam, menutup hati yang kelam, dimanakah Engkau berada, Aku tak tau dimana (Eh kok jadi nyanyi haha). 





(Senjanya bagus yak)

        Kami berbincang sampai pukul 00.00 WITA dan kemudian aku dan Asti memutuskan untuk tidur karena angin laut semakin malam semkain sembrubut alias semakin kencang dan tidak baik untuk kesehatan (baik hati dan pikiran hahaha) kami tidak memutuskan untuk tidur di tempat tdidur yang sudah disediakan pihak maskapai kapal, kami lebih memilih tidur di ruangan khusus kursi yang lebih empuk dan lebih tenang serta tidak banyak orang berlalu lalang dan sepertinya lebih aman. Kami tidur sampai subuh tiba dan menunaikan sholat di kapal, tau ngga sensasi sholat ditengah ombak dan angin yang kenceng bangat, tuh kaya berdiri aja mau jatuh terus kedepan dan ke belakang, udah gitu juga angin yang besar dan ombak yang terdengan bergemuruh. Nah suasana macam ini katanya cukup mengerikan, ditambah lagi masuk ke selat Bali itu sinyal silang sebelumnya. Namun hal yang menarik adalah kami bisa melihat ribuan lumba-lumba saling berlompatan kesana kemari dan tertawa (kaya lirik lagu hehe).


(Pelabuhan Lembar di depan)

            Pagi tiba kami sampai di Pelabuhan Lembar, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ini menjadi sebuah awal aku menginjakkan kaki di pulau yang katanya dijuluki seribu masjid, oke kami buktikan, apakah benar ada seribu masjid seperti kisah roro Jonggrang dalam kisah pembuatan seribu candi??. Ternyata benar gengs hampir setiap jengkal kami berjalan kami akan diperdengarkan lantunan ayat Al Qur’an, ini didaerah pesisir alias dekat pelabuhan. Namun, yang mencengangkan bagiku adalah berkeliarannya Anjing dimana-mana, seperti berkeliarannya kucing kalau di Jawa, mereka seakan-akan dilepas sedemikian rupa untuk berkeliaran seperti kucing ataupun ayam peliharaan. Konon katanya orang Sasak dulu memelihara Anjing untuk keamanan rumahnya, namun sekarang tugas Anjing sudah digantikan dengan keamanan orang dan lebih aman lagi, sehingga banyak Anjing yang kemudian dibiarkan keliaran dipekarangan bahkan dijalan-jalan raya, kan ngeri ih kalau aku mah wkwkkw. Sampai di Pelabuhan Lembar Aku, Asti, Mas Sepma dan Mas Turmuzi makan di daerah Pelabuhan sembari menunggu Mas Turmuzi dijemput dan Mas Sepma dijemput pula kami yang menunggu penjemputan panitia, wah sungguh mereka berdua sangat baik kepada aku dan Asti (Terimakasih banyak kami tidak bisa memberikan yang setimpal, hanya Allah yang berhak membalas lebih dari yang kalian berikan hehe).

            Akhirnya panitia sampai dari daerah Mandalika, kami cussss pergi ke penginapan di daerah sirkuit Mandalika, atau tepatnya di daerah Pantai Kuta Mandalika, jarak penginapan kami dengan pantai sekitar 10 menit berjalan kaki, cukup dekat bukan ?? kemudian kami berbenah dan merapikan tempat tidur kami sampai menjelang technical meeting sore hari. Akhirnya kami berangkat TM dan kami berangkat paling pertama ternyata, bareng dengan panitia yang masih reservasi aula untuk acara, terniat si, akirnya kami berbincang-bincang dengan resepsionis yang ada disana terlebih dahulu. Oke TM dimulai dan kami dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya kaya proklamasi, kami mencatat dan menanyakan apa-apa yang belum jelas. Kemudian selesai TM kami merampungkan Power Point yang belum jadi (hahha) bayangkan saja, leptopku yang errornya luar biasa kalau ngga nyolok listrik ngga mau hidup, udah gitu chargernya error pula ngga bisa masuk daya kalau ngga dipegangin kabelnya, udah gitu harus pake mouse pula, kalau ngga pake mouse kursornya jalan-jalan sendiri, dahlah capek,  ya mana bisa ngetik coba kalau megangin kabel terus, akhirnya aku dan Asti bagi tugas, Asti bertugas memegang kabel agar tetap tersambug daya listrik, dan aku akhirnya yang mengetik, dan akhirnya ini tidak berlangsung lama, akhirnya kami putuskan untuk meminjam leptop panitia saja agar pekerjaan kami lebih efektif dan tidak buang-buang energi.

Kemudian kami menghubungi kak Azizah selaku panitia untuk meminjam leptop. Ternyata Leptop kak  Azizah pun sama harus menyolok ke listrik, bedanya adalah kalau leptopku harus pake mouse biar kursornya ngga jalan sendiri (Kaya yang punya ajah, masih suka jalan sendiri ahahha) tapi kalau leptop kak azizah aman tidak perlu menggunakan mouse, mendinglah dibandingkan dengan punyaku.

Akhirnya kami pun menyelesaikan PPT, kami kirimkan dengan meminta maaf kepada panitia. Kami janji deh akan meminimalisir kekurangan lagi dalam acara ini. Dan betul saja, hari selanjutnya adalah pelaksanaan lomba, aku dan Asti berangkat tepat waktu bahkan panitia masih cheking sebelum pembukaan mulai serta menyiapkan perangkat online meeting room kami sudah di tempat dengan beberapa peserta yang lain. Syukur Alhamdulillah ini membuat kami lebih tenang, daripada gemrungsung alias kedagar-dagar (Tergesa-gesa lah bahasanya).  Kami mendapat nomor urut ke 3 kalau tidak salah, tapi InsyaaAllah sudah siap dengan segala kondisi.







            Alhamdulillah, presentasi berjalan lancar tanpa halangan yang berarti, hanya saja sedikitt kesalahan teknis pada penampilan power point, tapi tidak menjadi masalah, karena kami sudah siap sedia haha. Alhamdulillah dihari itu juga kami pengumuman kejuaraan. Satu hal yang bisa kuberikan diakhir masa mahasiswa sebelum gelar S1 diwisuda. Alhamdulillah masih bisa memberikan sedikit kontribusi untuk kampus tercintahhh UIN SAIZU hiyaaaah. Alhamdulillah setelah kejuaraan diumumkan kami mendapat juara 2 nasional dan dua penghargaan lainnya sekaligus yakni Best Presentation serta Best Speaker, kata panitia gini “Kalian ngga sia-sia yah sudah 3 hari nginep di Pelabuhan, dan pantas dapat beberapa penghargaan ini”. Alhamdulillah daah, dan ya memang tidak ada penghargaan paling berharga selain pengalaman dan kawan di jalanan, bagi kalian penyuka petualangan tidak ada kata yang terbuang di dalam setiap jengkal perjalanan, iya kan ??? Yah Benar sekali.

              Setelah pengumuman kejuaraan kami memutuskan untuk pergi ke pantai Kuta Mandalika dekat sirkuit MotoGP dan ternyata memang luas guys, ya lumayan lah, pohon yang ditebang, rumah yang digusur, tanah adat yang dibebaskan secara paksa untuk kebutuhan lahan ini sedikit menggelitik untuk menengok dibaliknya, para pejabat menikmati tapi rakyat dibawahnya yang mengejar-ngejar pembeli hanya untuk sekedar meminta dibeli gelangnya. Sungguh miris. Jadi tuh, disana banyak banget anak-anak kecil yang jualan gelang kain gitu, bagus asli, jadi kalau kalian banyak uang setiap anak yang deketin kalian buat ngejualin gelang tolong dibeli yak, tapi siap-siap nanti di serbu anak lainya.







 Memang begitulah mata pencaharian mereka, selain penjual gelang, mereka juga menjual kain songket dan baju khas Lombok. Tapi asli menurutku murah si, beneran bagus-bagus pula. Iket tenun juga murah ternyata dibandingkan kami harus beli didesa adat, karena disana udah sama pajak desa wisata si, jadi leih mahal. Tips aja ya kalau mau beli mending di luar desa adat si, kan sama aja tuh dari Lombok, Cuma emang ya Vibes nya beda aja, kepuasannya juga beda. Malam sebelum kepulangan, kami makan nasi goreng bersamaan dengan turun hujan, kami memesan nasi goreng pedes eh ternyata sambelnya dipisah, udah gitu berkeliaran hewan dogy pula disekitaran itu. Pokoknya sensasinya luar biasa, nasi gorengnya. 

            


















        Dari manapun itu, semua pedagang yang ada disana ramah-ramah banget dan suka aja sama bahasa mereka tuh. Kami juga sempat berkunjung ke desa adat Sasak Sade di Pujut, Lombok, NTB. Kami belajar bahasa sana, salah satunya “Tabek” artinya permisi. “Papu Mame” artinya nenek, dan beberapa bahasa lain yang aku dah lupa haha.  Kemudian kami pulang ke penginapann lagi sembari menunggu driver. Aku dan Asti berniat mau exstand lagi ditempat kawanku di Mataram. Akhirnya kami sampaikan niat kami untuk mengunjungi Mataram dulu ke panitia, kemudian panitia menyarankan kami untuk naik mobil yang akan ke Bandara dan nanti turun di Monumen Kebangkitan, Lombok. Ya kami iyakan saja. Lalu aku menelpon kawanku si Iman yang notabene pada saat itu masih menjadi Presiden Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT). Tanpa disangka juga sebenarnya kami berbarengan dengan kawan-kawanku dari UMP yang sedang melaksanakan KKN di Lombok juga, kemudian ku telpon beberapa dari mereka untuk bisa bertemu di Lombok, jarang –jarang kan yah, biasanya mah ketemu teman Banyumas ya di Banyumas, nah kan suasana beda tuh di Lombok haha.

            Kemudian beberapa waktu kemudian kami dijemput oleh driver, Aku dan Asti bersama dengan rombongan dari Banten. Mereka berniat ke Lembar untuk pulang naik kapal, dan kami memutuskan untuk exstand di Mataram di tempat Bendahara BEM (UMMAT) namanya Mba Fani. Akhirnya Aku dan Asti sampai di Monumen Kebangkitan Lombok. Kami menunggu jemputan dari Iman kawanku, ku pikir dia tidak nyetir sendiri, ternyata sendiri.

(Monumen Kebangkitan Lombok)

“Lah ini mau-maunya Presma njemput sendirian rakyat biasa,” (sambil aku tertawa ketika dia sampai dengan mobil kampusnya).

“Lah ngga ada Presma disini, kita sama haha.”

Kemudian aku dan Asti menuju ke tempat Mba Fani di dekat kampus ternyata. Kemudian sesampainya di tempat kami sangat disambut ramah. Tapi memang saat itu, mereka sedang mengurus Masa Ta’aruf Mahasiswa Baru, jadi memang agak sibuk. Alhamdulillaah kami diberi tempat yang sangat baik. Sorenya kami sharing makanan khas Lombok namanya Nasi Balap Puyung dan Ayam Taliwang (bukan saliwang yah haha). Nah akhirnya kami coba search dan terlihat biasa namun setelah kami mencobanya rasanya MANTABB, apalagi dipadu dengan sambal Beberut yang dari terong dan rasanya pedas sekali. Intinya enak banget si asli. Terimakasih Bang Adi dan Jajarannya dari PC IMM Kota Mataram yang menerima kami dengan rasa hangat kekeluargaan. Serta seorang kawan yang tak sengaja ketemu juga yang sedang melaksanakan KKN disana.


Kemudian kami pulang ke tempat Mba Fani kembali. Lalu istirahat sampai pagi. Sholat subuh dan kemudian Jalan-jalan lagi. Agenda hari itu adalah pergi beli oleh-oleh. Sebelum itu kami i bertemu dengan Risa yang saat itu sedang melakukan KKN di Lombok, dan kami berkunjung ke Islamic Center yang menjadi saksi Gempa Bumi Lombok pada saat itu. Sebelum pergi ke Islamic Center kami mencicipi makanan Nasi Balap Puyung yang juga menjadi khas Lombok. 

(Nasi Balap Puyung)

(Asti, Nia, Risa)


Kemudian kami ingat Mas Turmuzi dan Mas Sepma katanya bisa menjadi Tour Guide selama di Lombok (maafkan kami ya haha), kemudian coba kami hubungi mereka berdua. Kalau mas Turmuzi free sedang di rumahnya sedangkan mas Sepma pada saat itu sedang di kampus karena dia sudah mulai bertugas di UIN Mataram pada saat itu. Kemudian kami meminjam sepeda motor Mba Fani untuk tes PCR ke Rumah Sakit Universitas Mataram jam 9 pagi, hanya berbekal helm dan STNK saja, dan kami pun khawatir sebenarnya PCR 24 Jam sedangkan kami besok pesawat jam 9.45 WITA tapi akhirnya datang pertolongan  (nanti diceritakan yah). Lanjut, Kami menggunakan Google Maps untuk pergi kesana dengan rekomendasi Mas Sepma. Kemudian kami sampailah di sana dan melakukan PCR, aku yang sempat mengalami kejadian konyol yakni bersin-bersin dihadapan dokter yang mau mengambil sampel tenggorokan dan hidung, membuat aku merasa khawatir jangan jangan, dahlah apapun hasilnya intinya esok pagi kami harus naik pesawat untuk pulang ke Jawa. Karena kami masih meminjam motor Mba Fani akhirnya kami putuskan untuk keliling Lombok tanpa SIM dan kami menghubungi mas Turmuzi dan Mas Sepma, menagih janji mereka yang mau menemani kami keliling Lombok (Maaf yah kami ngrecokin kalian wkwk).

 Sebelum bertemu mereka berdua kami mencari makan pagi dahulu. Kemudian kami muter  dan akhirnya ketemulah Soto Betawi (jauh-jauh ke Lombok makan nya Soto Betawi, ngga sekalian makan Gudeg Jogja aja haha) tak apalah yang penting kami makan yang ada notanya dan nyata jumlahnya. Setelah itu kami ke Narmada untuk beli oleh-oleh, kami beli kain dan beberapa iket lagi. 

(Soto Betawi)

(Narmada)

Setelah dari Narmada membeli kain dan beberapa oleh-oleh, lalu kami diajak berkunjung kerumah kawan kami untuk melakukan sholat dhuhur, ciri khas rumah di Lombok adalah memiliki semacam joglo panggung di depan rumah. 

(Asti dan Safira di Joglo depan Rumah)

Disini mereka biasanya menerima tamu, dan kami disuguhkan dengan makanan khas yakni sate lilit yang enak dan kopi Lombok yang juga sangat segar. Setelah itu kami beserta mas Turmuzi, Mas Sepma, teman Mas Sepma serta Safira (Adik mas Turmuzi) ke Pantai Senggigi. Hal yang paling kuingat dari Senggigi adalah makan jagung bakar yang di potong dengan rasa pedas cabai khas Lombok. Diatas Tebing pantai dan langsung menatap laut. Asik dan tak terlupa.

(Pantai Senggigi)

(ini sebenarnya di atas tebing, tapi karena malam jadi lautnya tak keliatan )

Setelah itu kami pulang. Aku dan Asti berbonceng, depan kami mas Turmuzi dan adiknya belakang kami mas Sepma dan temannya, kami serasa dikawal orang-orang. Tapi di tengah perjalanan kami mampir ke Ind*ma*et guna membayar tiket pesawat esok hari. Karena rombongan tidak menyadari kami mampir, akhirnya mereka mencari-cari kami. Kemudian Mas Sepma menelpon kami, sedangkan kami sedang mampir.

“Kalian ini, buat deg-degan saja. Harusnya kalau mau mampir itu bilang.” Tegas Mas Sepma.

“Heehe kami tadi mampir ke tempat bensin dulu, terus kalian udah duluan deh,”

“Ya Sudah, Mas Turmuzi pulang duluan sama adiknya,”

“Nanti habis ini sekalian ambil hasil tes PCR Covid-19 terus kami antar (Mas Sepma dan Temannya).”

Akhirnya Aku dan Asti pulang dulu menuju tempat Mba Fani dan Asti mengambil hasil tes PCR Covid-19 ke Rumah Sakit Salah Satu Kampus di Mataram, Alhamdulillah Mas Sepma punya teman dokter atau apapun itu yang bertugas di RS sehingga kami bisa dikasih keringanan untuk ambil Tes PCR Covid-19 kurang dari 24 Jam.

            Hari kian larut, kami beristirahat dan merebahkan diri, sungguh-sungguh banyak mengucap syukur untuk hari itu. Alhamdulillah hari kepulangan tiba, kami diantar oleh Bang Adi (Ketum PC IMM Kota Mataram) dan Iman ke Bandara Praya. Keberangkatan kami pukul 09.45 WITA dan sampai di Bandara Djuanda pukul 11.00 atau 12.30 WIB kalau tidak salah, tadinya mau transit di Bali, tapi kami tak dapat tiketnya, dan sudah habis ya sudah. Ternyata Bandara Djuanda itu tak di Surabaya gaes, justru di Sidoarjo, Baru tau kaaan ???  sama saya juga. 

(Bandara Djuanda, posisi juga masih sama saya kucel seperti di Pelabuhan)

Oiya Alhamdulillah, kami ditawari menginap di tempat saudara Mas Ilmi yang kami temui ketika di Pelabuhan, kebetulan mereka sekeluarga ada kamar kosong serta anaknya pun perempuan, jadi kami ditawari menginap untuk menemani anaknya. Karena kereta juga keesokan harinya, kami putuskan menerima tawaran tersebut. Alhamdulillah, kami dijemput pula. Sungguh perjalanan kali ini Allah mengirim banyak orang-orang baik yang luar biasa. Kami sampai disana dan benar-benar disambut dengan sangat kekeluargaan pula. Mudah-mudahan semua orang yang hadir diperjalanan ini senantiasa diberikan keberkahan Akhirat dan Dunia. Kami menginap semalam dan pagi kami diajak berkeliling komplek rumah dekat sungai vibes Sembalun (Efek tak bisa mampir sembalun dan Merese)



(Komplek Rumah)




(BonBin alias Kebon Binatang)

Kemudian siang kami menuju Stasiun dan mampir pergi ke BONBIN (Kebon Binatang) dahulu di Surabaya, yang sangat iconic yakni patung Sura dan Baya. Lalu kami diantar ke stasiun Gubeng. Kereta kami berangkat agak siang menjelang Dhuhur, tepatnya lupa jam berapa. Intinya mas Ilmi juga sempat datang ke stasiun dan bertemu sebentar sebelum kereta melaju. Kemudian kami menyewa porter masuk ke kereta, tanpa disangka ketika masuk dibagian atas kemudian piala kami patah (potek hati ini L) tapi tak apalah, bisa disambung juga nantinya.

            Kereta berangkat, dan Asti harus turun di Jogja untuk bertemu dengan kawannya. Sedangkan Aku melanjutkan perjalanan sendiri sampai Purwokerto.  Sampai juga di Purwokerto, Alhamdulillah dan inilah Epilognya. Terimakasih orang-orang baik yang hadir. Saya percaya, kita akan selalu dipertemukan dengan apapun yang kita cari, begitupun perjalanan, kalau kita mencarii pengalaman, ya pengalaman pasti kita dapatkan. Inilah kompilasi perjalanan Tanah, Air, Udara yang sungguh memberikan makna, bahwasannya kita sebagai makhluk harus lebih-lebih bersyukur dengan kehendak-Nya. Karena perjalanan mengajarkan kita pada kearifan semesta. 

 


Stay tune di Blog ini..

Karena akan ada banyak petualangan yang belum diikuti. Tetap tengok jendela dan biarkan udaranya menerpa. See you on top.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan #32: Lelaki Penyusun Puzzle

Catatan Perjalanan #34: Matahari Senja dan Puzzle nya

Catatan Perjalanan #29: Menghadiri “Gala Bunga Matahari”