Catatan Perjalanan #17: Oktober, Mekarnya Bunga Daisy di Mt. Prau

                                             

Catatan Perjalanan #17: Oktober, Mekarnya Bunga Daisy di Mt. Prau

Oleh

Nia Nur Pratiwi

 

Hidup dan bernafas saja tidak cukup. Seseorang harus memiliki sinar matahari,  awan, kebebasan, pepohonan dan sedikit bunga.

 

Hari itu seorang kawan menawarkan satu pengalaman baru. Ia menawarkan kepadaku untuk mengikuti sebuah perjalanan dengan alam. Apakah kau tau ? Tidak, baiklah akan ku beritahu, Mendaki tepatnya seperti Ninja Hatori (Mendaki Gunung Turuni Lembah) kata seorang kawan, tracking Gunung ya semua hampir sama, rata-rata semacam itu, bertemu dengan suara hewan, pohon-pohon besar, awan yang menggelantung, hujan bahkan angin kencang dan sudah pasti kawan satu rombongan yang hangat kekeluargaan.

Sebuah pengalaman baru akan segera dimulai, kami berangkat tanggal 11 Oktober 2021, awal bulan dan masih memiliki tabungan sisa gajian yang sudah dihitung ke banyak bagian. Syukurlah, masih bisa untuk liburan sebelum wisuda datang. Oktober adalah bulan yang tepat untuk melakukan petualangan, sebenarnya mulai bulan Mei-Oktober cuaca cukup cerah untuk melakukan perjalanan, disamping tidak hujan kita bisa menikmati perjalanan dengan cerah berawan. Kalau menurut BMKG yang dilansir dari laman Tempo.co, hal ini dipengaruhi oleh kedudukan semu Matahari terhadap suhu udara Pada bulan Oktober, kedudukan semu gerak matahari adalah tepat di atas Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara dalam perjalannya menuju posisi 23 lintang selatan setelah meninggalkan ekuator.  Posisi semu Matahari di atas Pulau Jawa akan terjadi 2 kali yaitu di bulan September atau Oktober dan Februari atau Maret. Suhu udara dan kondisi cuaca cerah menjadi penyebab suhu tinggi di Indonesia dan akibatnya kondisi cuaca menjadi cerah. Tapi pada kenyataannya tetap saja, pada saat berangkat kami disambut hujan, Alhamdulillah, Hujan seringkali kita salahkan, padahal ia berkah yang turun dari Tuhan.

Selamat menyaksikan, maksudnya selamat membaca kawan. Hari itu cerah, kami berangkat ber 12 orang dari Purwokerto menuju Wonosobo, Kami berkumpul terlebih dahuu dikediaman seorang kawan Aziz namanya, ada 12 orang dalam rombongan dianataranya adalah Aku, Suntya, Windi, Hilya, Wahid, Arbi, Fahmi, Aghisni, Bowo, Muhandis, Aziz, Mas Budi, kutawarkan kita lewat kota atau lewat Karangkobar, kemudian karena akses lebih mudah lewat kota kemudian dipilihlah melewati kota. Kemudian kami melewati jalan yang biasa aku lewati dan kami ada di titik kumpul di Alun-alun Wonosobo. Kami melakukan makan siang dan sholat Dhuhur di Wonosobo. Waktu hampir Ashar kami melanjutkan perjalanan ke Basecamp Prau Kalilembu tapi di tengah jalan kami disambut dengan riuh hujan, lalu kami berteduh sementara sampai Ashar tiba dan kemudian melanjutkan perjalanan. Kami sampai di Basecamp sekitar menjelang Maghrib. Adzan Ashar terdengar sekitar pukul 17.00 di Dieng. Tak lama setelah itu kemudian Adzan Sholat Maghrib menggema ditelinga sesiapapun yang ada di area.



Kemudian kami melangsungkan Sholat Maghrib dan mulai prepare dengan packing ulang sebelum naik ke atas. Setelah itu sholat Isya dan kami makan mie yang diseduh seadanya, bahkan bumbu sempat hilang tertutup barang bawaan yang berserakan di Basecamp. Briefing terakhir menunjukkan pukul 20.00 termasuk pembagian siapa yang menjadi Leader, Navigator, follower dan juga sweeper serta logistik. Kemudian pukul 21.00 kami berangkat naik, dengan membaca doa terlebih dahulu lalu bergegas berangkat. Sepanjang perjalanan diantara pemukiman masih aman, namun sudah mulai naik ke arah Hutan seorang kawan memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan karena suatu hal. Kemudian kami berusaha melakukan penanganan dulu sampai akhirnya dia memutuskan untuk tidak ikut naik ke atas dan dijemput oleh pihak Basecamp untuk selanjutnya dijemput oleh kawannya di Basecamp yang bertempat tinggal di Wonosobo. Alhamdulillah ia sampai dengan selamat.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan sampai atas, ditengah perjalanan ada hal-hal cukup mistis, karena salah seorang kawan dari kami ada yang sedang haid, dia berada di tengah-tengah rombongan, disepanjang perjalanan kami sering berhenti dan Break, dan memfasilitasi kawan-kawan yang ingin buang air kecil dan buang air besar untuk ditunggu sampai usai. Disepanjang perjalanan kami banyak bergurau dan bercerita. Sampai diatas sekitar pukul 02.00 dini hari, perjalanan yang biasanya bisa ditempuh 4 jam oleh pendaki lawas, tapi ini harus ditempuh dalam waktu 6 jam oleh kami yang kebanyakan adalah pendaki pemula walaupun beberapa juga sudah terbiasa mendaki.


Sampai di atas, kemudian kawan-kawan mencari area camp yang representatif untuk mendirikan tenda, tenda didirikan dan akhirnya kami memilih untuk berada agak turun diarea sunrise camp yang lumayan berjarak dari puncak, disepanjang Jalan Alhamdulillah langit cerah dan bintang gemintang menghiasi angkasa raya. Gemerlip lampu rumah-rumah warga desa yang seakan-akan menjelma mejadi Nepal Van Java katanya, sungguh sesuatu yang baru bagiku tentunya. Akhirnya aku bisa menikmati sekuncup napas di pegunungan dan aroma pendakian serta hangatnya kekeluargaan di dalamnya. Ketika yang lain mendirikan tenda, aku dan windi membakar jahe untuk dijadikan minuman penghangat badan, Jahe dibakar dan susu diseduh sebagai campuran. Lalu tenda jadi dan kami masuk didalamnya serta menggelar Sleeping bag dan masuk untuk menghangatkan badan serta tidur tenda khusus untuk perempun hanya dihuni  orang yakni aku, windi dan Resta. Namun menjelang waktu subuh, ternyata angin bertiup sangat kencang dan kami kedinginan, dengan saling berhimpit kami berusaha menghangatkan badan satu sama lain, kami terasa angin begitu Sembrubutnya dan tenda hampi-hampir saja roboh diterjang. Syukurlah tidak turun hujan dan sampai pagii kami menunaikan sholat subuh di gunung dan kemudian menikmati Matahari Terbit (Sunrise) yang sudah didambakan kehadirannya sedari malam.








Kami berfoto ria menikmati liarnya bunga Daisy yang tumbuh disepanjang mata memandang diantara padang rumput yang menjelma menjadi sebuah sabana layaknya di Nusa Tenggara. Bunga daisy warna putih bermakna cinta yang setia dan kepolosan. Bunga daisy warna merah memiliki makna perasaan cinta dan kagum yang tersembunyi, kecantikan terselubung, ketulusan, dan kesederhanaan. Bunga daisy orange memiliki makna semangat, kehangatan, dan suka cita. Bunga-bunga ini seakan menyambut Oktober yang penasaran, apakah ia tetap bertahan dengan musim keringnya alias kemarau ataukah berlanjut dengan musim hujan yang basah. Daisy begitu saja menjelma menjadi bunga-bungaan yang seakan muncul disepanjang hari dan kuncup ketika terbenam. Sebagian besar jenis daisy mulai bermekaran pada awal musim panas dan terus berlanjut hingga musim gugur.


                                                  

Selepas menikmati matahari, perbukitan, deretan gunung disekitar  serta danau yang dilihat dari ketinggian, kemudian kami turun dari sana dan melakukan ritual permasakan. Kami masak sarden yang diberi sosis. Walaupun  beras ditanak tidak terlalu matang, sepertinya air yang terlalu sedikit dan beras yang terlalu banyak di wadah penanak nasinya, membuat nasi tidak matang sempurna, jadilah kami makan  nasi belum matang yang tetap enak saja karena lapar dan menyatu dengan alam. Menurut John Muir “Dalam setiap perjalanan dengan alam, seseorang menerima jauh lebih banyak daripada yang dia cari,”  benar juga, padahal niatnya hanya cari pengalaman, eh didalemnya ternyata banyak hal, mulai dari pertemuan dengan orang-orang baru kemudian mengabadikan dalam sekerat gambar berupa foto bahkan menuliskannya adalah bagian yang akan diingat lagi dimasa yang akan datang, dengan siapa saja kita bertualang dan mencari jati diri, sedikit terdengar berlebihan, tak apalah toh hanya kumpulan kata-kata yang mungkin hanya lewat saja.

                                      

                           

Kemudian kami juga bertemu dengan beberapa kelompok pendaki yang saling tegur sapa dan memberikan makanan mereka, ingat betul beberapa potong semangka yang mereka berikan kepada kami. Kemudian sekitar jam 09.00 kami berbenah dan beberes membersihakn segala sampah, katanya tidak ada yang boleh tertinggal disana kecuali kenangan. Maka kutingggalkan saja kenanganku di sana, biar ia tumbuh liar bersama ribuan Daisy dan rerumputan yang tumbuh tak patah arang. Seperti biasa, sebelum mengakhiri semuanya, ritual foto bersama tak pelak jadi tradisi yang tak pernah bisa terlewatkan dari sebuah perjalanan, kemudian kami foto bersama dan selanjutnya packing akhir. Setelah itu berdoa dan kemudian turun.




                                             

Diperjalanan, kami sering beristirahat, ditengah perjalanan itu kami menyeduh kopi dan berbincang. 









Sampai di bawah kemudian kami mandi dan makan snack sisa pendakian, bergantian kami bersih diri dan kami pulang ke Purwokerto lagi badha dhuhur sembari menunggu seorang kawan yang diantar ke Basecamp lagi. Kemudian kami melakukan perjalanan Wonosobo—Purwokerto kembali. Sampai di Sigaluh Purbalingga kami menunaikan Ashar dan Kemudian melaksanakan Sholat Maghrib di Pom Bensin di Purbalingga. Lalu melanjutkan perjalanan ke Purwokerto dan sampai di Kediaman Aziz lagi dengan selamat sentosa mengantarkan. Alhamdulillah, perjalanan kali ini usai. Banyak hal yang khusunya aku sendiri dapat, mekarnya bunga Daisy putih selepas itu membuktikan bahwa selama kita masih bernafas kita berhak merasai wangi alam ini.


                                        

Selepas ini, harapku bunga Daisy tetap mekar sepanjang hirupan nafas yang diseduh dengan kenangan serta kebersamaan. Wanginya tetap abadi dalam bingkai bernama foto, dan setiap kelebat kisahnya tetap tertanam baik disetiap kepala yang merasakannya. Seseorang harus memiliki sinar matahari,  awan, kebebasan, pepohonan dan sedikit bunga. Aku ingin ia tetap mekar, dan akan ku kenang setiap Oktober datang.

 

Stay tune di Blog ini..

Tetap melihat kalender yah bestie, siapa tau kita bisa bepergian bersama nanti kalau banyak tanggal merahnya. See you on top :).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan #32: Lelaki Penyusun Puzzle

Catatan Perjalanan #34: Matahari Senja dan Puzzle nya

Catatan Perjalanan #29: Menghadiri “Gala Bunga Matahari”