Catatan Ramadhan #1: Hanya Beda Sehari Saja

 


Catatan Ramadhan #1: Hanya Beda Sehari Saja

Oleh Nia Nur Pratiwi

 

Ramadhan kali ini seperti beberapa Ramadhan ditahun lalu, perbedaan perhitungan antar dua ormas besar di Indonesia masih menjadi satu dinamika pennetuan Ramadhan yang cukup unik di Indonesia, tapi inilah yang dinamakan saling menghargai walaupun berbeda pendapat, puasa kita tetap sama kan di 28 hari lainnya dan hari Raya kita juga masih sama kan? Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengeluarkan Maklumat Nomor 01/MLM/1.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1443 Hijriah. Maklumat ini berisi putusan 1 Ramadan 1443 Hijriah jatuh pada Sabtu, ini dilihat dari Ketinggian bulan saat matahari terbenam di Yogyakarta (f = 07° 48¢ Lintang Selatan [LS] dan l = 110° 21¢ Bujur Timur [BT]) = + 02° 18¢ 12² hilal sudah terwujud dan saat matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia, bulan berada di atas ufuk, dengan memakai metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal. Sedangkan saudara yang lain menggunakan metode Rukyatul Hilal yang mana menurut kesepakatan negara-negara yang ikut dalam MABISM adalah ketinggian hilal 3º dan elongasi 6,4º. Sebelumnya, Kemenag berpedoman dengan ketinggian 2º, elongasi 3º, dan umur bulan 8 jam. Hal ini yang menjadikan perbedaan penetaapan Ramadhan, tapi tidak apa yang penting kita hari ini sama-sama puasa kan yah.

            Puasa kali ini aku sudah bekerja, jadi hari pertama aku berada di Purwokerto dan tidak pulang karena hujan, sungguh Ramadhan yang istimewa juga, bagaimana tidak, setelah Ramadhan yang lalu berlalu begitu sendu dengan suasana pandemi, Syukurlah hari-hari ini dalam menjalani Ramadhan bisa dengan baik dalam kondisi pandemi yang sdah mereda, semoga Ibadah ini diterima dengan Rahmat-Nya. Ramadhan ini adalah Ramadhan pertama status aku bukan seorang pelajar lagi, berat tapi menyenangkan karena menurutku ini begitu menantang dengan suasana yang terus menerus bertumbuh.

Ramadhan bagiku adalah momentum menjadi diri sendiri dan evaluasi emosi. Sejauh mana kita menjadi manusia dan memanusiakan manusia. Kalau beli takjil penjual yang sepi juga dibeli yah, barangkali dia mencoba peruntungan dari menjual takjil untuk membeli makanan berbuka puasa atau membeli susu untuk anaknya belajar sahur. Kita tidak pernah tau kondisi yang sebenarnya. Tetaplah jadi manusia seutuhnya yang hidup selaras dengan alam.

 

02/04/2022

Nia NP.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan #32: Lelaki Penyusun Puzzle

Catatan Perjalanan #34: Matahari Senja dan Puzzle nya

Catatan Perjalanan #29: Menghadiri “Gala Bunga Matahari”