Catatan Perjalanan #31: Menjadi Pemimpin Perempuan antara Harapan, dan Perjuangan
Catatan Perjalanan #31: Menjadi Pemimpin Perempuan antara Harapan dan Perjuangan
Akan ada hari dimana kau dijatuhkan, diremehkan dan dilempar sedemikian jauhnya. Tetapi tidak dengan niat baikmu mengubah dunia. Ia akan tetap disitu menunggumu mewujudkannya.
Nia Nur Pratiwi
Dulu, banyak yang berpikir kalau kepemimpinan itu urusan laki-laki. Perempuan? Ya, di belakang layar saja. Tapi aku merasa bahwa aku juga bisa menjadi pemimpin, meskipun aku bukanlah seseorang yang kaya raya atau memiliki latar belakang istimewa. Aku percaya bahwa kepemimpinan bukan tentang harta atau status, tapi tentang keberanian dan tekad. Bisa jadi mereka yang mau membeli jabatan dengan uang adalah orang-orang yang sebetulnya tidak bisa memimpin, akan tetapi hanya bisa mengambil alih harta saja. Mengambil kekuasaan dan memanfatkannya dengan semena-mena tanpa mengedepankan hati nurani yang bersih dalam etika yang baik.
Tantangan di Depan Mata
Menjadi pemimpin perempuan berarti harus siap menghadapi berbagai tantangan, mulai dari stigma sosial, ekspektasi ganda, hingga kesenjangan kesempatan. Kadang, aku harus bekerja dua kali lebih keras hanya untuk diakui. Ada juga stereotip bahwa perempuan itu terlalu emosional atau kurang tegas. Padahal, kepemimpinan bukan soal gender, tapi soal kapasitas, integritas, dan visi. Sering kali aku merasa harus membuktikan diri lebih dari yang lain. Di beberapa kesempatan, aku melihat bagaimana suara perempuan masih dianggap kurang berpengaruh dibandingkan laki-laki, terutama dalam ruang-ruang pengambilan keputusan. Namun, aku tidak ingin menyerah. Aku percaya bahwa kehadiran perempuan dalam kepemimpinan bukan hanya sekadar representasi, tetapi juga membawa perspektif yang lebih luas dan inklusif dalam menciptakan kebijakan yang adil dan berkelanjutan.
Harapan dan Perubahan yang Aku Ciptakan
Meski banyak tantangan, aku terus berusaha membuktikan bahwa aku bisa menjadi pemimpin di bidang yang aku geluti. Aku terinspirasi oleh perempuan hebat seperti Jacinda Ardern, Angela Merkel, hingga Sri Mulyani yang membawa perubahan besar. Aku ingin turut serta dalam menciptakan perubahan, meskipun langkah-langkahku mungkin masih kecil. Aku juga melihat makin banyak komunitas dan organisasi yang mendukung perempuan untuk maju, termasuk dalam politik, ekonomi, dan inovasi. Ini membuktikan bahwa dunia mulai sadar: perempuan punya peran penting dalam membangun masa depan.
Menjadi Pemimpin, Menjadi Diri Sendiri
Kalau aku bercita-cita jadi pemimpin, aku tidak perlu ragu. Aku nggak perlu menunggu semuanya sempurna atau menunggu izin dari siapa pun. Aku harus mulai dari langkah kecil—berani berbicara, mengambil keputusan, dan terlibat dalam komunitas. Pemimpin bukan soal jabatan, tapi soal pengaruh yang aku berikan kepada sekitar.
Jadi, meskipun aku bukanlah orang yang kaya raya, aku tahu bahwa aku bisa menjadi pemimpin. Aku ingin berjalan bersama dengan orang lain untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan inklusif.
Aku siap.

Komentar
Posting Komentar