Catatan Perjalanan #30: Tumbuh dan Menumbuhkan


 

Catatan Perjalanan #30: Tumbuh dan Menumbuhkan 

Oleh: Nia Nur Pratiwi


"Karena esensi dari tumbuh adalah menumbuhkan satu sama lain, jikapun besar akan saling membesarkan satu sama lain. Tidak menjadi abu."


            Perjalanan hidup sejatinya adalah proses yang penuh dengan pertumbuhan. Setiap langkah yang kita tapaki membawa kita lebih dekat kepada versi terbaik diri kita sendiri, sekaligus menanamkan benih-benih yang kelak akan tumbuh di kehidupan orang lain. Tumbuh tidak hanya tentang menjadi lebih besar, lebih kuat, atau lebih tinggi. Tumbuh adalah bagaimana kita berkontribusi untuk menumbuhkan orang lain di sekitar kita—dengan kebaikan, semangat, dan keberanian untuk berbagi. Di setiap persimpangan perjalanan, aku belajar bahwa tumbuh tidak pernah terjadi dalam ruang kosong. Ada orang-orang yang hadir menjadi air di kala dahaga, menjadi matahari yang hangat di saat kedinginan, dan menjadi tanah subur yang memelihara akar-akar mimpi. Tumbuh, pada hakikatnya, adalah sebuah ekosistem kehidupan yang saling menghidupi. Dalam ekosistem ini, kita semua punya peran. Kita saling menumbuhkan.

Tumbuh dalam Rasa Sakit

Tidak semua pertumbuhan terasa nyaman. Seperti pohon yang harus menghadapi angin kencang agar akarnya menancap lebih kuat, manusia pun demikian. Setiap kegagalan yang pernah aku alami bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari proses bertumbuh. Setiap luka membawa pelajaran, setiap air mata menyuburkan kekuatan baru.

Aku ingat sebuah momen di mana rasa sakit terasa begitu menyesakkan, seolah-olah seluruh dunia runtuh di hadapanku. Namun, dari pengalaman itu, aku belajar untuk memahami bahwa rasa sakit adalah bentuk lain dari cinta kehidupan yang memaksa kita untuk bergerak. Rasa sakit mengajarkan ketangguhan, dan di dalam ketangguhan itu, aku menemukan potensi yang lebih besar untuk tumbuh. Kehilangan, kekecewaan, atau bahkan pengkhianatan yang pernah aku alami membentuk fondasi yang lebih kokoh untuk pijakan masa depan.

Setiap tantangan menjadi guru yang mengajarkan bahwa pertumbuhan sejati lahir dari keberanian menghadapi kenyataan, bukan dari melarikan diri. Menyadari hal ini membangkitkan kekuatan untuk tetap melangkah meski rasa takut membayangi, karena di balik setiap rasa sakit, ada peluang untuk menjadi lebih kuat.

Menumbuhkan dengan Tindakan Kecil

Menumbuhkan orang lain tidak selalu membutuhkan langkah besar. Terkadang, senyuman tulus atau kata-kata penyemangat bisa menjadi benih kecil yang menumbuhkan harapan di hati seseorang. Kita tidak pernah benar-benar tahu bagaimana tindakan sederhana kita dapat mengubah hidup orang lain.

Aku pernah bertemu dengan seorang teman yang sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Sebuah percakapan ringan, secangkir kopi hangat, dan kehadiran penuh empati membantunya melihat kembali cahaya yang hampir padam. Tidak lama setelah itu, dia kembali menemukan kekuatannya dan mulai berbagi inspirasi kepada banyak orang. Menumbuhkan, ternyata, bisa dimulai dari hal-hal yang tampak remeh.

Selain itu, aku teringat pada seorang mentor yang pernah berkata, "Setiap perbuatan baik, sekecil apa pun, adalah percikan yang mampu menyalakan nyala api kebaikan yang lebih besar." Dari pengalaman itu, aku memahami bahwa investasi kecil dalam bentuk perhatian, waktu, atau dukungan emosional dapat menciptakan perubahan yang luar biasa. Kadang, bahkan sekadar mendengarkan dengan penuh perhatian adalah bentuk menumbuhkan yang paling dibutuhkan seseorang.

Tumbuh Bersama, Tidak Sendiri

Di dunia yang penuh dengan kompetisi, kita sering diajarkan untuk menjadi yang terbaik, yang tercepat, dan yang terkuat. Namun, perjalanan ini mengajarkanku bahwa tumbuh tidak harus sendiri. Justru dalam kebersamaanlah, pertumbuhan menjadi lebih bermakna.

Tumbuh bersama adalah tentang saling mendorong saat lelah, saling menopang saat terjatuh, dan saling berbagi mimpi. Dalam lingkungan seperti IMMawati, di mana nilai-nilai kemanusiaan, intelektualitas, dan religiusitas menjadi landasan, aku merasakan kekuatan kolaborasi yang menumbuhkan. Setiap anggota saling menginspirasi, setiap ide disambut dengan antusiasme, dan setiap langkah diambil dengan keyakinan bahwa kita bisa besar bersama tanpa saling meniadakan.

Dalam komunitas yang sehat, setiap orang merasa didengar dan dihargai. Tidak ada ruang untuk menjatuhkan atau mengabaikan satu sama lain. Sebaliknya, tumbuh bersama menciptakan semangat gotong-royong, di mana keberhasilan individu menjadi kemenangan kolektif, dan kegagalan adalah pelajaran bersama. Solidaritas ini yang menjadi fondasi untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.

Menjadi Pohon yang Teduh

Jika aku bisa memilih, aku ingin menjadi seperti pohon yang tumbuh tinggi tetapi tetap rendah hati, memberikan keteduhan kepada siapa pun yang membutuhkan. Menumbuhkan orang lain bukan berarti kehilangan jati diri, tetapi memperkaya hidup dengan memberi. Setiap daun yang gugur membawa harapan akan musim yang baru, dan setiap buah yang jatuh menjadi benih kehidupan yang baru pula.

Bayangkan sebuah dunia di mana setiap orang memilih untuk menjadi pohon yang teduh. Dunia yang penuh dengan orang-orang yang berani berbagi keteduhan, memelihara mimpi, dan mendukung pertumbuhan sesamanya tanpa pamrih. Itulah dunia yang ingin aku bangun—dunia di mana besar bukan tentang siapa yang paling tinggi, tetapi siapa yang paling memberi.

Tumbuh dan menumbuhkan adalah perjalanan tanpa akhir. Sebagaimana pohon yang terus tumbuh selama hidupnya, manusia pun terus belajar, bertumbuh, dan menumbuhkan hingga akhir hayatnya. Dalam setiap perjalanan ini, semoga kita bisa menjadi pohon yang tak hanya besar, tetapi juga membesarkan yang lain—tidak menjadi abu yang hilang tanpa jejak. Setiap langkah yang diambil bersama adalah fondasi untuk generasi yang akan datang, menumbuhkan harapan, dan membangun dunia yang lebih baik untuk semua.


"Tumbuhlah lebih indah, do your best!!!"

Nia Nur Pratiwi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan #32: Lelaki Penyusun Puzzle

Catatan Perjalanan #34: Matahari Senja dan Puzzle nya

Catatan Perjalanan #29: Menghadiri “Gala Bunga Matahari”