Catatan Perjalanan #22: Lebaran Tahun ini, Mae pulang dulu



Lebaran Tahun ini, Mae pulang dulu

Oleh Nia Nur Pratiwi

 

“Perpisahan hanya untuk orang-orang yang mencintai dengan matanya. Karena untuk orang yang mencintai dengan hati dan jiwanya, tidak ada kata perpisahan. 

Jalaludin Rumi


Lebaran ini mungkin sedikit berbeda dari sebelum-sebelumnya. Kami diberikan kesempatan untuk merasakan kehilangan. Bukan tanpa alasan, kehilangan adalah cara Allah memberikan kita penjelasan bahwa segalanya memang bukanlah kepunyaan kita. Tiada satupun menjadi hak milik, bahkan orang tua, anak ataupun diri sendiri. Tahun ini semua momen Lebaran menjadi berbeda suasanyanya mulai dari mendengar takbir hari raya, berangkat salat Idul Fitri, sampai suara di dapur yang kerap kali nyaring terdengar suara Mae, ini membuat pikiran secara tiba-tiba berkelindan pada sosok Mae yang mustahil sekali untuk dapat hadir dalam wujud yang dapat dipeluk.

Sedari maghrib dadaku sakit, sesak. Apakah itu terdengar berlebihan, tentu tidak bagiku mungkin bagi yang belum merasakkanya akan mengatakan, “Ah masa, gitu aja lebay.” atau perkataan-perkataan lain yang memberikan pernyataan mustahil bisa seperti itu. Semuanya kita buat biasa saja, namun dalam bawah sadarnya belumlah bisa. Hampir setengah Ramadhan kita lalui bersama dengan perjuangan rasa sakit yang di derita Almarhumah. Kami sekeluarga tidak habis daya dan upaya megusahakan kesembuhannya. Sampai keluar masuk rumah sakit pun kami jalani dengan sikap optimisme Mae yang selalu mengatakan ia ingin sembuh, ia ingin seperti sediakala.


Ketika Flashback  dalam kisahnya, 100 hari menuju kepulangan Mae sungguh seperti berlalu begitu saja. Cepat secepat kilatan cahaya. Hari-hari kami lalui, terakhir masuk ke rumah sakit kutanyakan kepadanya, “Mae pengin tumbas baju kaya apa?” (Mae pengin beli baju seperti apa?), jawabannya “Mae ora pengin tumbas baju, Mae pengin mengko tumbas Krek sing nggo jalan ben bisa kaya awal,” (Mae tidak mau beli baju, Mae ingin sembuh beli krek biar bisa buat jalan). Saat itu aku sembari scrolling salah satu online shop yang biasa kami kunjungi. Aku benar-benar berharap kesembuhan kepada-Nya. Sampai pada akhirnya perkataan lirih ketika malam di rumah sakit yang 4 hari sebelum kepulangan terucap,


“Mae kayane wis ora kuat Ni,” (Mae sepertinya sudah tidak kuat Ni,) , kemudian ku ucapkan ulang  

“Mae kuat, Mae sehat”. Jawabku

2 hari sebelum kepulangan, dia sudah tidak ingin lagi di Rumah Sakit, meminta pulang merengek seperti anak kecil. Karena seperti yang di lansir dalam Laman Halodoc, Secara alami tubuh manusia akan mengalami perubahan seiring berjalannya waktu, termasuk penurunan kemampuan kognitif. Meski tidak bisa dicegah, hal ini bisa diperlambat sehingga dampak perubahan perilaku pada orang tua/sakit bisa lebih dikontrol. Mengingat, orang yang sudah tua/sakit mungkin akan mengalami penurunan kualitas memori dan fungsi kognitif. Penurunan yang terjadi bisa membuat orang yang sakit atau orang tua kesulitan dalam memecahkan masalah, mudah lupa, dan sering merasa tertekan dan menjadi marah pada diri sendiri atau pada orang yang ada di sekitar. Kondisi itu yang membuat Mae seolah kembali menjadi anak-anak dengan merengek minta pulang dan tidak bisa di bujuk sama sekali.

Dalam rangkaian pemeriksaan seharusnya ada rangkaian terakhir yakni pemeriksaan paru-paru, karena penyakit Gerd yang di derita Mae sampai menyebabkan sesak napas dan radang tenggorokan serta sariawan dibibirnya. Hal ini yang kemudian menyebabkan Mae tidak bisa makan sama sekali selama hampir 1 pekan. Kondisi ini memperparah keadaan Mae sampai akhirnya makan melalui selang yang langsung diteruskan ke lambung sehingga tidak melalui kerongkongan dan tidak tersedak seperti biasanya.

Alhamdulillah, makanan bisa masuk ke badan Mae, disini aku sangat bahagia. Akhirnya mae bisa makan dan minum dengan tenang tanpa tersedak serta langsung bisa ke lambunnya sehingga asam lambung tidak terus naik lalu menyebabkan dia terus menerus tidak mau makan. Sampai akhirnya dia sudah tidak mau dibujuk kemudian kami pulang dengan status paksa. Ketika itu pun Mae tidak mau pulang ke Rumah kami yang asli, dia selalu minta pulang ke rumah orang tuanya sekitar 10 menit dari rumah asli kami. Hari Jumat malam, Mae masih bisa bercerita seperti biasanya. Yang sempat membuat kaget adalah, Mae mengatakan,

Nyong kayane due klambi putih nang kene, si nang ngendi ya, arep tok enggo,” (Saya sepertinya dulu punya baju putih, si dimana ya, mau tak pake), memang betul baju putih dulu ia kenakan ketika pernikahannya, tapi itu sudah terlampau lama dan tidak mungkin bisa ditemukan lagi.

Hari sabtu siang sudah mulai drop  lagi keadaanya, suaranya mulai lirih dan kakinya sudah mulai dingin serta minta diselimuti. Sampai waktu sahur keringat dingin muncul di wajahnya dan aku disampingnya kemudian ku katakan pada nenekku, kemudian neneku mengusap keringat itu dengan air, sampai akhirnya habis subuh Mae sudah tiada bisa lagi berbicara dan hanya menggunakan isyarat mata saja. Aku belum berfikir Mae akan berpulang. Kemudian sampai pada jam 08.30 aku meminumkan jus daun kelor dengan posisi Mae ditopang kakekku dan aku menopang kakekku, jadi posisi seperti dalam pangkuan tapi dengan duduk. Lalu jam 9 kurang, keluarga dari Pae datang dengan rombongannya dan posisi saat itu memang sedang banyak orang yang menengok, karena saat itu hari Ahad.

Jam 9an, Mae sudah tidak mau menyedot jus karena volume air di gelas jus tidak berubah, kemudian ku bantu dengan suntikkannya, akan tetapi tetap tidak masuk. Kemudian aku mengatakan kepada Budhe ku untuk menge cek denyut nadinya. Akan tetapi denyut tersebut tidak berasa karena memang tangan Mae dalam kondisi bengkak setelah bolak-balik di infus, karena pembuluh darahnya kecil jadi harus melalui beberapa kali pencarian pembuluh darah dan banyak tempat yang harus di suntik, itulah yang menyebabkan bengkak.

Kemudian aku cek nafasnya sudah tidak lagi bernafas namun denyut nadi di lehernya masih, lalu aku menjerit dan aku di tarik dari menopang Mae dan kakekku. Sampai akhirnya talkin dan Adzan terdengar lalu bibir Mae memucat dan Mae pulang untuk selamanya pada tanggal 2 April 2023. Pulang ke pelukan kekasih yang hakiki, dalam keadaan wajah berseri, Aku bersaksi wajahnya yang tadinya memerah gelap kemudian berubah menjadi putih bersih. Mae sudah tidak sakit.




Setengah Ramadhan kami lalui bersama, setengahnya lagi kami lalui tanpanya. Namun segala semangat dan rekam jejaknya serta apa yang ia ajarkan lekat tiada pernah bisa ku lupa. Aku bersaksi, bahwa Mae adalah ibu hebat, tiada pernah megeluh atas apa yang dia rasakan. Satu pekan sebelum lebaran, Mae datang dimimpiku dengan wajah berseri dan ceria seperti biasanya. Ia pulang ke rumah dengan menggendong tas dan mengenakan jaket berwarna hijau yang aku belikan. Lalu aku bertanya,


“Mae udah tenang kan? Udah ngga sakit lagi kan?” , Mae tidak mengatakan apapun dan dia hanya megangguk, lalu Mae tertunduk. Kemudian aku memeluknya dan mengatakan, "Kalau aku kangen, mae hadir lagi ya di mimpi,"e

Kemudian ia hanya menyodorkan jari kelingking tanda berjanji. Lalu mae bergegas untuk pergi lagi, disitu telah berkumpul keluarga dan menanyakan,

“Sudah punya saku atau belum?” lalu Mae mengatakan,  

“Iya, sudah,” sambil menunjuk ke kantok sebelah kanan. Kemudian dengan cepat Mae keluar pintu rumah dan pergi serta hilang dari pandangan.

Kullu nafsin żā`iqatul-maụt, ṡumma ilainā turja'ụn

Artinya: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. (Q.S Al Ankabut: 57)

Maka kembali adalah niscaya, Mae pulang terlebih dahulu dari kami. Ia pamit dengan wajah berseri, meninggalkan pesan-pesan yang sedianya harus ditepati. Sebelumnya mae pasti meminta maaf kepada semua orang yang ia temui sebelum kepulangannya. Bertepatan pula hari ini adalah hari kartini, maka Mae adalah sosok kartini dalam hidupku, wanita tangguh yang pulang dengan tersenyum simpul serta momentum Idul Fitri adalah momen untuk saling memaafkan. Memaafkan diri sendiri adalah langkah pertama yang harus Aku lakukan sebelum meminta maaf pada orang lain.

(Lebaran 2019)


(Lebaran 2020)


(Lebaran 2021)


(Lebaran 2022)

(Lebaran 2023)


(Lebaran 2024)

Mengakui kalau kita sedang tidak baik-baik saja, sedih, kecewa, atau sakit hati adalah sebuah upaya afirmasi terhadap emosi yang kita miliki agar tidak berujung menyalahkan keadaan dan berubah menjadi kebencian. Denial terhadap kekecewaan hanya menyebabkan kita membenci banyak hal, mudah emosi ketika melihat orang lain bahagia atau mencapai sesuatu. Semua merupakan salah satu tanda bahwa kita belum berdamai dan memaafkan diri sendiri.

 


 


Hari Raya Idul Fitri 1444 H/21 April 2023

Nia Nur Pratiwi



Komentar

  1. أنت مع من أحببتز فصبري إنا الله يرحم عبده كله

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan #32: Lelaki Penyusun Puzzle

Catatan Perjalanan #34: Matahari Senja dan Puzzle nya

Catatan Perjalanan #29: Menghadiri “Gala Bunga Matahari”