Catatan Perjalanan #20: Teater Yuswa, Juni




Catatan Perjalanan #19: Teater Yuswa, Juni

Oleh

Nia Nur Pratiwi

 

“Juni adalah harapan-harapan yang panjang, serta tengadah tangan paling khusyuk yang pernah ku utarakan dalam pertunjukkan Abad ini.”

 

Bulan Juni adalah akhir dari musim semi yang berlangsung di bagian bumi utara atau dengan kata lain di bulan ini musim panas sudah dimulai dan bunga serta tanaman terlihat paling indah. Seperti halnya dalam siklus hidup ini, Juni menjadi bulan yang melahirkan banyak keindahan, ah ngomong apa si? Jadi begini kawan, Bangsa anglo-saxon sebuah masyarakat atau suku yang mendiami wilayah Eropa Barat atau tepatnya Inggris Raya memilih kalender tradisional mereka sendiri. Setiap bulan memiliki nama berbeda dalam kalender mereka dan biasanya mereka menyebut Bulan Juni dengan sebutan Solo Month atau bulan kering. Hal ini dikarenakan saat bulan Juni tiba, musim panas yang kering pun datang bersamaan. Itulah sebabnya puisi Hujan Bulan Juni karya Sasatrawan Sapardi Djoko Damono seperti kontradiksi dengan pesan alam, dengan makna yang ingin disampaikan seperti menyalahi kebiasaan. Subjektif makna dariku dalam puisi Hujan Bulan Juni yakni seakan-akan kita tidak bisa memiliki orang yang kita cintai (Heyyaaaa), atau hal yang tidak mungkin terjadi. Namun nyatanya akhir-akhir ini juga Juni masih bisa disebut sebagai musim Penghujan, bahkan hujan dibeberapa daerah lebat dan berangin.

Bulan dipertengahan tahun ini menjadi satu nafas panjang yang sangat sakral, merapal doa disetiap detiknya, menghembuskan angin dari pernafasan dengan sangat khusyuk sambil tertunduk, hingga setiapnya akan merasa, bahwa Juni adalah empat huruf yang dieja dengan senang hati dan senyum simpul yang kusebut itu makna. Setiap tulisan-tulisanku mungkin hanya aku saja yang bisa memahami, jikapun yang membaca ini memahaminya, harapanmu dan harapan ku sama.\

Tidak habis-habisnya aku menandai bulan Juni dalam setiap kalender yang kuterima setiap akhir tahun. Entah itu kalender dari toko emas bergambar perhiasan, atau kalender dari cicilan Bank tetangga atau juga kalender dari salah satu partai penguasa, juga kalender bergambar peta yang dibeli sendiri dari toko online berwarna orange. Biarpun Juni tiada yang istimewa sebenarnya, tapi aku melihatnya bak sebuah pesta bunga ditepi sungai beraliran deras, di sekelilingnya wangi indah dan berseri, namun, bisa jadi mengantarkan kita untuk terus menyelami ke dasarnya, mencari yang belum ada, dan mengais sisa-sisanya. Dalam hidup ini tentu ada banyak hal-hal yang tak terduga, seperti halnya usia. Kita tidak aka pernah tau dibelahan bumi yang mana kita akan diambil, dalam yuswa berapa kiranya kita menutup mata, dan siapa pula yang akan mengurus nanti pada akhirnya, entah pula. Yang Aku tau, kita ada di dalam hati kita masing-masing.  Pemeran penting lainnya sudah lebih dahulu tampil, sebagaimana tokoh-tokoh utama dalam pertunjukan bangsa ini, mereka memulai ceritanya ketika Juni. Soekarno, BJ Habibie, Soeharto, Presiden Joko Widodo, K. H. Hasyim Asyari, sedert Tokoh Dunia Pangeran Wiliam, Donald Trump. Terlepas dari apapun latar belakang mereka. 

Sebuah rekaman pendek hasil 22an tahun lalu terekam agak samar-samar. Ia tertutup kabut ego, memulai kehidupan dengan rasa paling dasar hingga tiada kita sadar, sampai pada akhirnya sudah semestinya kita pulang, tunduk, syukur dan simpuh ke atas haribaan. Sudahkan kita mendengar hati yang paling dalam ?? atau seringkali melakukan penolakan? Alangkah baiknya bila banyak bunga-bunga yang bermekaran kemudian ditanam kembali dipalung hati, sampai pada akhirnya kita benar-benar pulang dalam keadaan berseri. Semoga Juni ku dan kita semua adalah arti yang sempurna dalam kelahiran seorang makhluk bernama manusia. Sungguh, tiada kata paling tepat menggambarkan selain syukur dan sabar dalam keadaan. Sebuah kehidupan yang indah berawal dari penyesalan terhadap sebuah kesalahan yang diperbaiki. Mari kita menghimpun doa dan mengikatnya dalam separuh waktu yang sudah kita lalui. Aku berterimakasih atas warna-warni hidup dan segala bentuk panggung pertunjukan dalam rangkaian teater yuswa.

 

 

29 | 06 | 2022

Nia Nur Pratiwi

 

 


 

 



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Perjalanan #32: Lelaki Penyusun Puzzle

Catatan Perjalanan #34: Matahari Senja dan Puzzle nya

Catatan Perjalanan #29: Menghadiri “Gala Bunga Matahari”